Tim besar, pemain besar, sudah selayaknya dilatih oleh pelatih besar pula. Hal ini memang sudah menjadi hukum tersendiri dalam sepak bola. Sebesar apapun club tersebut, jika dilatih oleh pelatih abal-abal maka akan biasa saja hasilnya, bahkan cenderung menurun.

 Tampaknya ini pula yang beberapa kali terjadi ditubuh Real Madrid, dengan segala kebesaran yang mereka miliki, presiden club, Florentino Perez tidak begitu jeli dalam mendatangkan pelatih besar untuk skuat besarnya.

Rafael Benitez menjadi salah satu kekeliruan Perez selama menjadi orang nomor satu El Real. Benitez memanglah bukan nama baru dalam industri sepak bola Spanyol, ia pernah mengantar Valencia ke tahta puncak liga Spanyol dan piala Uefa di tahun 2004 ( koreksi jika saya salah ), dan menggeser Madrid yang saat itu dikenal dengan Los Galacticos nya.

Dengan modal besar itu, ditambah keberhasilannya memenangi liga Champions bersama Liverpool setahun kemudian, dan kembali mengangkat trofi Europa League ( dulunya bernama piala Uefa ) bersama Chelsea pada 2012 semakin melengkapi CV Benitez. Mungkin ini pula yang menjadi pertimbangan Real Madrid untuk merekrutnya, sepeninggal Carlo Ancelotti yang di pecat akhir musim lalu.

Baru menjalankan kurang lebih 13 pertandingan liga, Benitez sudah dirundung banyak masalah dari dalam. Mulai dari tidak nyamannya para pemain dengan metode latihan, kurang dekatnya dia dengan para pemain, ditambah perseteruan yang santer berhembus antara dirinya dengan mega bintang mereka, Cristiano Ronaldo, semakin membuat Rafa kehilangan kepercayaan.

Sikap pragmatis Rafa dalam bermain bola, dinilai tidak cocok dengan tipe permainan Madrid yang mengandalkan kecepatan dalam diri Ronaldo, dan Gareth Bale, atau kelincahan seorang James Rodriguez, Marcelo, dan juga Isco yang semuanya mendadak “mati gaya” dibawah arahan Benitez. Jarangnya nama Ronaldo menghiasi papan skor membuat isu perselisihan antar keduanya  semakin kencang.

Ronaldo yang musim lalu menjadi El Picici (sebutan top skor La Liga ), kini baru mencetak 6 gol dari 13 pertandingan yang dijalani, tertinggal jauh dari duet Barcelona, Luis Suarez dan Neymar yang silih berganti memuncaki daftar top skorer. Bahkan, rasio gol Ronaldo pun masih kalah mumpuni dibanding penyerang Celta Vigo, Nolito, dan Antoine Griezman dari Atletico Madrid.

Hal-hal semacam ini jelas membuat seorang Cristiano Ronaldo merasa tidak nyaman, ini pula yang sering terlihat dibeberapa sesi latihan Madrid, dimana, Ronaldo seolah tak senang dan enggan mematuhi instruksi dari Benitez selaku pelatihnya. 

Setali tiga uang dengan CR7, kemarahan fans pun semakin memuncak ketika Real Madrid dengan mudah dikalahkan seteru abadi mereka, Barcelona dengan skor mencolok, 0-4 di Santiago Bernabeu, yang sekaligus membuat Madridista melambaikan kain putih, sebagai pertanda jika mereka sudah menyerah dengan Benitez.

Tentu masih prematur jika kita mencap Rafa sebagai pelatih gagal di Madrid, karena kompetisi baru saja dimulai, tapi jika melihat kondisi tim, pembangkangan Ronaldo – yang belakangan diikuti sang kapten, Sergio Ramos – dan masalah luar sepak bola yang menimpa Karim Benzema, fans Madrid patut was-was dengan apa yang akan terjadi nantinya. Namun, satu hal yang perlu diketahui adalah, Benitez memiliki jejak rekam sangat baik dalam melatih sebuah tim di tahun pertamanya.

Valencia, Liverpool, Chelsea, dan Napoli, semua meraih gelar ditahun pertama Rafael Benitez melatih. Statistik ini tampaknya bisa menjadi acuan para Madridista untuk bisa sedikit membusungkan dada jika tim kesayangan mereka akan mendapatkan – setidaknya – satu gelar di akhir musim.

 Apakah trofi La Liga seperti yang ia dapat bersama Valencia? Atau Liga Champions Eropa yang pernah melambungkan namanya bersama Liverpool? Atau mungkin juara Copa yang ia persembahkan untuk warga Napoli? Entahlah, setidaknya salah satu dari piala bergengsi tersebut menjadi kemungkinan amat besar bagi Real Madrid.

Menyadari bahwa krisis yang terjadi di Madrid bukan sepenuhnya kesalahan Rafael Benitez semata, fans pun kini mulai jengah dengan presiden mereka sendiri, Florentino Perez yang dinilai terlalu memaksakan seorang Benitez sebagai pelatih kepala. Tuntutan mundur El Presidente pun mulai didengungkan seisi Bernabeu kala Loz Marengeus dipecundangi Barca pekan lalu.

Dan bukan kali ini saja Perez menunjuk pelatih “biasa” untuk mendidik pemain “luar biasa” yang mereka miliki. Jauh sebelum kehadiran Benitez, Perez mengawali kecerobohannya dengan menunjuk pria asal Portugal, Carlos Queiroz pada 2003 yang sebelumnya hanya menjadi asisten Sir Alex Ferguson di Manchester United, dan tentu saja hasilnya bisa ditebak, Real Madrid gagal total dan membuat Santiago Bernabeu kosong melompong di sisa musim 2003-2004. 

Bahkan, seorang teman saya di Aceh ketika itu, dengan seloroh berkomentar, “kayaknya Perez sedang buta nyuruh Queiroz ngelatih Madrid, aku aja engga tau siapa dia sebenarnya, kebantinglah ini pemain sama pelatihnya”. Sahut dia, dengan logat Aceh yang amat kental. Padahal dia orang jawa!

Ketika itu, Madrid dikaruniai skuat bintang lima dalam diri Zinedine Zidane, Luis Figo, Roberto Carlos, Ronaldo De Lima, dan tentu pangeran mereka, Raul Gonzalez. Madrid seakan tenggelam oleh Valencia yang sedang menanjak dengan Beniteznya, Deportivo La Coruna yang tengah menjadi buah bibir, dan Barcelona yang memunculkan nama Ronaldinho sebagai fenomena baru di sepak bola dunia. 

Bukannya memperbaiki diri, Perez justru kembali melakukan blunder ketika mendatangkan pelatih “tak” bernama dalam diri Vanderley Luxemburgo setahun kemudian, keberhasilannya menjuarai Piala Libertadores bersama club Brazil, Santos, telah membawa ia ke Real Madrid, yang kala itu dibeli satu paket dengan si Pelle baru, Robinho.

Dengan skuat yang makin mentereng setelah kedatangan David Beckham, nyatanya tak membuat Los Galacticos menjadi lebih baik, dan mengakibatkan Luxemburgo dipecat saat kompetisi sedang berjalan. Nama-nama lain yang tak kalah tak terkenalnya pun silih berganti menjadi pelatih Madrid, seperti Jose Antonio Camacho, Mariano Garcia Ramon, sampai Juan Roman Lopez Carlo pernah menjabat sebagai pelatih kepala di era Galacticos pertama.

Memasuki millennium baru, Galacticos baru kembali berdatangan. Tak tanggung-tanggung, 3 bintang sekaligus dengan bandrol diatas 50 juta euro, Cristiano Ronaldo, Karim Benzema, dan Ricardo Kaka didatangkan. Sialnya, Perez kembali menunjuk pelatih “aji mumpung” dalam diri Manuel Pellegrini.

Dia yang musim sebelumnya berhasil mengangkat Villareal ke papan atas La Liga dan mencicipi semifinal Liga Champions, tidak mampu membawa Madrid lebih jauh dari posisi Runner Up La Liga dan 16 besar Champions League, sekalipun karirnya tidak jelek-jelek amat di ibukota Spanyol itu, Perez akhirnya memecat pelatih asal Chile tersebut di akhir musim.

Florentino Perez, presiden yang kedua kalinya menjabat sebagai orang tertinggi ditubuh Real Madrid, tampaknya memang ogah belajar dari pengalaman sendiri ketika menjadikan Madrid, Los Galacticos pertamanya dilatih oleh pelatih biasa saja. 

Kini ia kembali mengulang kesalahan masa lalu, ketika mendepak Vicente Del Bosque yang telah memberinya gelar Champions dan liga Spanyol, dengan seorang Carlos Queiroz. Dan sepertinya hal itu akan terulang kembali tahun ini, ketika sang presiden menendang Carlo Ancelotti yang meraih La Decima dan Copa Del Rey, lalu menggantinya dengan Rafael Benitez yang membawa setumpuk masalah baru ditubuh El Real.

Nyatanya, pelatih-pelatih gagal yang disebut diatas bukanlah pelatih sembarangan, mereka berhasil mengangkat prestasi club semenjana, dan menjadi besar pula namanya, tapi kebesaran sesaat yang mereka sandang tak sanggup bersanding dengan abadinya kebesaran Real Madrid  yang sudah tersemat sejak lama.
Sumber gambar : edition.cnn.com

Saya tidak terlalu menggilai sosial media, dari sekian banyak sosmed yang merajalela, saya hanya tercatat aktif di twitter dan facebook ( yang semakin tak terurus ). Sosmed lain seperti instagram, path sudah hilang terbawa android saya yang berpindah tangan.

Twitter cukup membantu aktifitas saya yang memang haus akan informasi. Sehari saja tidak membukanya, hidup saya seperti jalan ditempat, bahkan bisa berkurang 24 jam. Jika sebelumnya saya mengaktifkan akun twitter hanya untuk mengetahui informasi dunia, maka, sekarang alasan saya pun bertambah satu,  yaitu ingin tahu informasi tentang dirinya.

Saya tidak terlalu ingat pada moment apa saya berkenalan dengannya, entah kenapa pula saya sampai hati memfollow dia saat itu juga. Padahal jelas-jelas dia tidak mengabadikan wajahnya sebagi gambar muka akunnya. Disitu, ia berkamuflase menjadi seorang penyanyi, yang belakangan saya ketahui itu adalah vokalis dari grup band asal Skotlandia, Chvrches, Lauren.

Melihat wajah sang vokalis, saya seolah langsung membenarkan jika wajah aslinya tidak terlalu jauh berbeda dengan Lauren. Namanya pun sangat unik, saking uniknya, saya sempat keteteran mengeja nama depannya yang menurut saya memiliki daya pikat yang cukup mumpuni Tidak cukup hanya melihat ava dan bio nya, saya pun menyempatkan waktu sejenak untuk melihat apa saja yang ia lakukan di twitter.

Demi memastikan bahwa tidak ada seorang pria yang sedang dekat dengannya, juga untuk mengetahui sedikit karakternya lewat celoteh yang ia tumpahkan di beranda twitter. Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk memantau twitternya karena tidak ada tanda-tanda bahwa ia memiliki seorang yang spesial. Hati saya pun semakin mantap “mengikutinya” setelah melihat beberapa cuitan yang menurut saya sangat berbeda dari
kebanyakan perempuan.

Idealism nya mengenai kehidupan sangatlah kental, begitupula dengan pemikiran-pemikirannya terhadap masalah sosial. Untuk hal ini, saya berani bilang kami punya kesamaan. Meski sudah saya “ikuti”, dia tidak langsung “mengikuti balik” saya di twitter.

Mungkin karena memang tidak kenal makanya ia bersikap demikian, saya pun memakluminya. selang beberapa minggu setelah itu, satu cuitannya mengenai fenomena drama Turki yang tengah mewabah di tanah air saya sambar dengan cara – yang menurut saya –
jenaka.

Awalnya, saya tidak yakin apakah dia akan membalas pendapat saya itu. untungnya, ia benar benar membalas sambaran saya, dan tentu saya lanjutkan kembali hingga tercipta komunikasi dua arah. Saya pun semakin terkejut ternyata dia mengetahui bahwa Turki adalah negara penganut sekuler.

Memang sudah menjadi rahasia umum jika negara setengah Eropa dan setengah Asia tersebut penganut sekuler, tapi saya berani bertaruh, tidak banyak wanita yang tahu akan hal ini Sekali berbalas tawa,
obrolan kami pun semakin mengalir adanya, saya langsung menemukan sosok menyenangkan dalam dirinya.

Masa puberitas yang telah lewat seakan kembali menghampiri dengan mengirim satu sosok – yang saya yakini – jelita dibalik telepon genggamnya. Saya semakin kegirangan ketika tidak berselang lama setelah ber-mention ria, akhirnya dia pun memfollow balik akun twitter saya. Semakin sujud syukurlah saya pada orang yang telah menciptakan twitter.

Obrolan kami seputar “abad kejayaan” dan fenomena Turki lainnya tiba-tiba terhenti, dan berlanjut pada topic yang lain. Dan kali ini, dia lah yang menyambar cuitan saya. Untuk hal yang ini, tampaknya saya harus berterima kasih pada buku 1Q84 karya Haruki Murakami yang saat itu sedang saya baca, dan kebetulan disaat yang bersamaan saya memosting gambarnya di twitter.

Ia terperangah melihat bacaan saya, disisi lain, saya tak kalah terperangah melihat apresiasi luar biasa yang ia tunjukkan, padahal saya merasa terlambat karena baru membaca novel maestro Jepang tersebut. saya tahu jika ia senang membaca, dan dalam fikiran saya dia sudah khatam dengan trilogy 1Q84, dan memang itu yang saya katakan padanya.

Dengan percaya diri tingkat tinggi, saya pun berniat meminjamkan buku tersebut kepadanya, dengan satu harapan “terselubung”yang saya selipkan dalam setiap lembar buku yang tebalnya hampir 500 lembar itu, yakni bisa sekaligus bertemu dengannya, melihat wajah siapa sebenarnya yang berada dibalik Lauren, si vokalis Chvrches yang ayu nan unyu itu.

Tapi untuk satu ini, niat baik saya itu pun belum disambut dengan baik oleh keadaan, karena kami berasal dari kota yang berbeda, saya menetap di ibukota dan harus melewati tol Cipularang yang dikenal angker itu untuk sampai ke kota dimana ia tinggal.

Saya tidak kehilangan akal, toh masih ada mas-mas JNE yang siap mengantar buku itu nanti. Saya akan terus membatin jika 1Q84 dan buku lain yang sudah saya janjikan belum berada di tangannya. Hingga kini, niat tersebut masih sebatas niat saja, saya memang belum meminjamkannya karena beberapa alasan yang mendesak. Tapi saya jamin, ia akan mendapatkan buku ini pada waktu yang tepat.

Seorang teman yang berhaluan komunis pernah bilang kepada saya, bahwa karakter seseorang bisa dilihat dari musik yang ia dengarkan. Dan entah kebetulan atau tidak, kami memiliki selera musik yang sedikit banyaknya nyaris sama. Dia suka Coldplay, aku juga, dia suka The Cure, aku juga, dia suka The Killers, aku juga, dia suka Suede, aku juga, dia suka Efek Rumah Kaca, aku juga, dan dia tergila-gila pada
Chvrches, aku pun mulai menggilai band elektro tersebut. Dan yang baru saja saya tahu ialah, dia juga seorang penggemar Liverpool, juga tim nasional Belanda. Persis dengan saya.

Betapa sempurnanya seorang wanita yang mengerti sepak bola. Ada banyak kesamaan yang menjembatani hubungan kami di ranah maya, sebuah kesamaan yang saya yakini bukan suatu kebetulan, tapi merupakan perencanaan dari sang pemilik jiwa.

Kemarin kami hampir saja bertemu, mengingat dia sedang berada di Jakarta, tapi pertemuan itu pun urung terjadi karena ia lebih dulu pulang ke rumah. Gagalnya pertemuan kemarin bukan berarti kami belum pernah bertemu. Percaya atau tidak, saya sudah tiga kali menemuinya, bukan dalam kisah nyata tentu saja, melainkan dalam dunia bawah sadar ketika saya sedang terlelap tidur.

Jangan tanyakan kenapa saya bisa bertemu dengannya dalam 3 mimpi yang berurutan itu, karena saya juga tidak paham apa yang terjadi. Dalam pertemuan pertama, saya hanya bisa melihatnya dari kejauhan tanpa keberanian untuk mendekatinya yang sedang terduduk seorang diri di sudut café. Pada pertemuan kedua, kami akhirnya berkenalan, melempar tawa perihal apa yangkami lakukan selama berbalas pesan di
twitter.

Dan pada akhirnya kami benar-benar menjadi akrab tak terpisahkan. Pernahkah kalian mengalami mimpi yang bersambung seperti? Btw. Jarak Bandung – Jakarta tampaknya menjadi tidak berarti dalam mimpi saya, karena saya sama sekali tak merasakan jika kami dijauhkan oleh dua provinsi yang bertetangga ini.

Oleh karena itulah dalam ketiga pertemuan itu saya selalu berharap tidak pernah bangun dari tidur, agar saya bisa menikmati hidup didalam mimpi berdua bersamanya, tanpa harus berbalas pesan di media sosial, dan tanpa perlu menggurutu akan jarak yang memisahkan.

Berlebihan? Mungkin iya, dan saya akui itu. tapi saya bisa apa jika hati yang sudah berkehendak, yang juga didukung oleh tuhan dengan cara yang bijak mempertemukan kami lebih awal lewat alam bawah sadar.
Mungkin kalian sudah bosan mendengar nama ISIS dan sepak terjangnya selama ini. tapi, izinkan saya menambah kejenuhan kalian dengan perspektif saya pribadi. Dengan harapan, agar kalian tahu apa itu ISIS dari seorang radikal seperti saya (wkwkww bercanda ya).

ISIS muncul sejak beberapa tahun yang lalu, tepatnya saya tidak tahu, tidak penting juga bagi saya. Yang pasti kemunculan ISIS bertepatan dengan gejolak yang tengah terjadi di Suriah antara pemberontak dan pemerintahan Bashir Al Assad.

Fenomena yang terjadi di belahan bumi arab, yang diawali pergolakan di Tunisia, antara rakyat dengan presiden yang dijatuhkan, Ben Ali, hingga jatuhnya Hosni Mubarak di Mesir yang kini menghadirkan permasalahan baru dalam pemerintahannya, kini terjadi juga dengan Suriah. 

Sejatinya, bukan hanya Suriah yang “latah” dengan revolusi yang terjadi di Tunisia, namun masih banyak negara Arab yang melakukan hal demikian. Akan tetapi, Suriah lah yang menjadi buah bibir hingga saat ini.
Sayangnya, cita-cita revolusi rakyatnya dulu, kini malah melenceng jauh ke arah yang sangat amat merugikan mereka sendiri, bahkan juga dunia, dengan kemunculan ISIS alias Islamic State Iraq and Syria, yang di ketuai oleh Abu Bakar Al-Baghdadi.

Saya tidak akan menyinggung bagaimana kiprah ISIS selama ini, karena kita sendiri sudah tahu tiindak-tanduk mereka yang saban hari tertangkap kamera televisi. Saya lebih tertarik bagaimana ISIS itu bisa muncul dan mendadak menjadi kekuatan menakutkan, yang menurut saya melebihi Al Qaeda dulu.


Perpecahan di Suriah terjadi pada empat tahun lalu ( koreksi jika saya salah ) antara rakyat yang tidak puas dengan kediktaktoran Al Assad yang juga dilatar belakangi revolusi Arab di Tunisia, Mesir, dan Libya. Rakyat yang tadinya hanya bermodalkan batu untuk melawan pasukan pemerintah, lama kelamaan mendapat
pasokan senjata dari Amerika Serikat dan NATO, belum lagi ditambah dengan beberapa militer yang membelot menjadi oposisi.


Selang setahun kemudian, muncul lah ISIS dengan membawa misi awal yang sama, yaitu menjatuhkan Bashir Al Assad. Namun, seiring berjalannya waktu, ISIS justru semakin meninggalkan Al Assad dan justru semakin menambah penderitaan warga Suriah. Pendiri ISIS sendiri yang bernama Abu Bakar Al Baghdadi pun menjadi misteri tersendiri di kalangan dunia.

Belakangan muncul kabar bahwa Al Baghdadi adalah mantan tahanan Amerika Serikat yang ditahan akibat aksi terorisme – walau pihak CIA mengklaim ia ditahan akibat pemalsuan paspor – yang kemudian dibebaskan beberapa tahun lalu. Jika ditelusuri lebih jauh, maka kehadiran ISIS memiliki hubungan erat dengan keterlibatan AS di dalamnya. 

Kenapa bisa begitu? Ini saya jelasin sedikit. Pertama, Baghdadi adalah mantan tahanan Amerika, yang dikenal mempunyai aturan sangat ketat dan amat keji dan tak jarang menghalalkan segala cara dalam menghukum seorang teroris atau dituduh teroris. Pertanyaannya, dengan aturan seperti itu, kenapa seorang Al Baghdadi bisa dibebaskan oleh AS? Tanpa secuil luka pun?


Kedua, Amerika memiliki ketimpangan hubungan diplomatik dengan Suriah, karena Al Assad lebih condong ke Rusia, sehingga dengan senang hati mereka dan NATO mengirim bantuan segala jenis senjata kepada pemberontak, yang sebelumnya tak pernah dilakukan oleh AS kepada negara manapun, kecuali Israel. Ini pula yang sekaligus memunculkan kaum-kaum ekstrimis untuk menjatuhkan Al Assad, dan tentu
didukung AS. 


Sadar atau tidak, inilah yang menjadi awal kemunculan ISIS, sadar atau tidak pula, Amerika lah yang menciptakan mereka. Dan sekarang, ISIS justru menghancurkan hampir seluruh wilayah di Suriah dan Irak.
Meratakan semua peninggalan sejarah Islam dengan tanah yang tersebar diseluruh negeri. Membunuh mereka yang juga Islam namun berbeda pandangan, dan merekrut “kader-kader” baru dari penjuru dunia, termasuk Amerika dan Eropa.

Lalu, kenapa ISIS menyasar orang-orang barat sebagai anggotanya? Atau lebih tepatnya lagi, kenapa orang-orang barat itu sangat tertarik masuk ISIS? ( terlepas ia Islam atau muallaf ), dan kenapa kelompok baru seperti ISIS ini memiliki senjata lengkap nan mutakhir, juga kumpulan-kumpulan mobil SUV yang mewah bak bangsawan kelas atas barat? Silahkan kalian berandai-andai dengan hal ini.


Jauh sebelum ISIS lahir ke dunia, kita lebih dulu mengenal nama Osama Bin Laden dengan jaringan Al Qaeda nya, yang terkenal dengan serangan 11 september di menara Pentagon Amerika. Bisa dibilang, inilah yang menjadi cikal-bakal kebencian barat terhadap Islam. Dua pesawat komersil yang diterbangkan rendah
tiba-tiba menghentak dua gedung kembar di New York tersebut dan ratusan nyawa pun melayang.


Tak lama, Al Qaeda menyambut aksi tersebut dengan membenarkan aksi mereka ke dunia. Baiklah, saya rasa kita sepakat memang mereka dalangnya. Tapi sadar kah kita, jika itu tidak lepas dari permainan politik konspirasi Amerika dengan sekutu kandungnya, Israel? Begini, gedung Pentagon dan WTC merupakan bangunan maha penting bagi AS dan tentu saja banyak warga Israel atau keturunan yahudi yang bekerja disitu. 

Dan, dari sekian ratus orang yahudi-Israel yang bekerja di WTC maupun Pentagon, tidak ada satupun dari mereka yang menjadi korban nahas tersebut, entah mereka tahu atau tidak, yang pasti saat kejadian, mereka semua kompak tidak masuk kerja.

Kebetulan? Atau direncakan? Jika itu benar konspirasi, kenapa Amerika dan sekutu dengan mudah menghilangkan nyawa warganya sendiri? Jelas saja untuk melanjutkan hegemoni nya di Afganistan yang memiliki opium melimpah, juga minyak yang tiada habisnya. Negara tetangga Pakistan ini pun bertahun-tahun diduduki pasukan AS, bahkan pemerintahnya, presiden Hamid Karzai pun dibawah komando langsung gedung putih. 

Mungkin ini pendapat yang sedikit memaksakan. Tapi, kenapa tidak? Namanya juga politik. Ganjalnya
penumpasan Al Qaeda pun semakin menjadi ketika Amerika mengklaim telah membunuh Osama Bin Laden yang ditandai dengan acara nonton bareng presiden Obama bersama para staffnya di gedung putih. 

Tapi pernah kita melihat jasad Bin Laden? Atau adakah pihak keluarga yang mengklaim kematiannya? Lalu, kenapa pula pihak AS terburu-buru membuang mayatnya ke tengah laut? Politik kotor Amerika pun tidak mentok di Afganistan, karena mereka pun menyerang negeri seribu malam, Irak, yang saat itu sedang damai-damainya. 

Sama halnya dengan Afganistan, kedamaian Irak pun sirna seketika ketika Amerika mulai memasuki Baghdad dengan dalih kepemilikan senjata pemusnah massal. Irak membantah, Saddam Hussein pun menuduh Amerika tidak senang dengan kekayaan Irak saat itu, Eropa pun meragukan tuduhan George Bush, presiden AS saat itu. tapi, lagi-lagi, tidak ada yang bisa melarang jika Amerika sudah berkehendak. 

Perang pecah, Irak porak-poranda. Dan sampai digantungnya Saddam Hussein pun, tidak ada yang menemukan senjata pemusnah massal tersebut. dan seperti yang sudah dituding Saddam, AS hanya menemukan minyak bumi, karena memang itu yang mereka cari.

Pernyataan Saddam Hussein akan ke-tamak-an AS sepertinya memang benar. Ini pula yang terjadi dengan Mesir, pasca lengsernya Hosni Mubarak yang pro Amerika dan naiknya Mohammad Mursi, seorang tokoh Ikhwanul Muslimin yang mendukung perjuangan Hamas di Palestina, Amerika lagi-lagi memainkan peran vitalnya selaku “penguasa dunia”, dengan mengatur kudeta militer terhadap Mursi, kemudian memenjarakannya, dan menghukum mati para pengikutnya. Kita pun bisa melihat bagaimana Mesir yang kini porak-poranda dan tunduk dengan perintah AS dan sekutu.

Al Qaeda memang tidak ada hubungan historis apapun dengan ISIS, namun, dengan persamaan tujuannya mengintai barat, mereka pun akhirnya membangun afiliasi baru dan saling mendukung satu sama lain. Kebengisan ISIS pun telah sampai ke tanah Afrika, tepatnya di Nigeria, yang mana kelompok ekstrimis lainnya, Boko Haram mendeklarasikan diri setia bersama ISIS.

Laiknya Al Qaeda, Boko Haram pun tidak pernah benar-benar menjadi besar seperti ISIS, tapi kelompok mereka dikenal sangat rapi dan mematikan dalam setiap melancarkan operasinya di Nigeria. Ketiganya memiliki persamaan yang sama pada awal-awal pendirian mereka, yaitu ingin membangun negara Islam yang berdaulat, tapi semakin hari, tujuan mereka terus melenceng dan menjadi musuh Islam itu sendiri.

Ini sungguh berbeda dengan apa yang terjadi di Palestina dengan Hamas yang masih konsisten memperjuangkan kemerdekaan negara dari jajahan Israel, atau pejuang Cecna di Rusia, meskipun sekarang mereka – tampaknya – sudah berdamai dengan pemerintah setempat.

Dengan kemunculan segala macam jenis kelompok radikal yang mengatasnamakan Islam ini, nampaknya semakin mempertajam wabah Islamphobia di daratan Eropa dan telah memunculkan beberapa kelompok 
ultra-nasionalis anti-salafi, anti-wahabi seperti yang terjadi di Jerman, Belanda, dan Inggris.

Jauh sebelum itu, ada beberapa tokoh kanan dunia yang secara terang benderang menentang segala bentuk ke-islam-an, seperti anggota parlemen Belanda, Geert Wilders yang ingin mempertontonkan kartun Nabi Muhammad dan menyandingkan beberapa ayat Al’Quran dengan aksi terorisme, atau pendeta di Amerika Serikat, Bob Old dan Terry Jones yang hendak membakar Al’Quran dihadapan jemaatnya.


Tahun lalu, Paris diguncang dengan aksi penembakan di kantor majalah Charlie Hebdo yang menewaskan beberapa orang, termasuk pemimpin redaksi majalah satire tersebut. dunia pun berlinang air mata akan aksi itu, yang diklaim dilakukan oleh ekstrimis muslim setempat. Akibat penembakan tersebut, majalah Charlie
Hebdo pun laris manis dalam pembukaan perdana pasca penembakan.


Tapi, sadarkah kita apa sebenarnya yang melatar belakangi penambakan itu? kemana dunia atau negara Islam ketika majalah tersebut menyinggung umat Islam dengan karikatur Nabi Muhammad? Sudah puluhan kali mjalah tersebut memunculkan kartun Nabi sebagai objek jualnya, dan pasca peledakan pun, yang menjadi headline utama mereka tetap me-nyatire-kan Nabi Muhammad.


Saya tentu tidak membenarkan aksi penembakan tersebut, tapi tentu saja aksi penembakan tidak akan pernah terjadi jika Chalie Hebdo tidak lancang menyinggung umat Islam seluruh dunia. Bukan mau sombong atau bagaimana, saya sedikitpun tidak simpati dengan Charlie Hebdo ketika mata dunia berkabung untuk
mereka.



Mari kita kembali ke Amerika dan ISIS. Pertentangan mereka terhadap ISIS, juga perselisihannya dengan presiden Suriah, Bashir Al Assad lagi-lagi menjadikan mereka kalap mata dan terus menjadi polisi dunia dengan mengirim pasukan darat ke Suriah untuk menghancurkan ISIS, tapi di sisi lain, mereka juga terus
mengirim senjata kepada pemberontak untuk menjatuhkan Al Assad. 


Logikanya, bagaimana bisa mereka ingin menumpas dua pihak sekaligus, yang mana dua kubu tersebut juga saling bertentangan? Dan hasilnya pun bisa ditebak, ISIS menjadi semakin kuat, besar dan meluas sampai ke Eropa.

Berbeda dengan AS, Rusia yang menjadi sahabat dekat Suriah di kawasan Timur Tengah, belakangan pun ambil bagian melawan ISIS. Bedanya, Rusia mendukung penuh presiden Assad dan bersama-sama menghancurkan ISIS, seperti yang di katakan Vladimir Putin, “satu-satunya cara menghancurkan ISIS adalah mendukung presiden Assad”. Mereka  pun tidak mengirim pasukan darat, hanya membombardir ISIS lewat udara.

Tindakan ini sepertinya lebih efektif dan berhasil melumpuhkan beberapa markas ISIS di wilayah Suriah, ketimbang mengirim pasukan langsung ke Suriah yang hanya akan menambah korban jiwa tak berdosa. Menyadari hal ini, Irak pun mulai membelot dari Amerika ke Rusia dalam penumpasan ISIS sampai ke akarnya.

Suka tidak suka, kita tidak bisa membutakan mata dan mematikan nalar, bahwa kemunculan ekstrimis yang mengatasnamakan agama meIibatkan pihak Amerika dan sekutunya. Ibarat kata, Timur tengah adalah tanahnya, dan barat menjadi benihnya. 


Untuk memperjelas tulisan saya yang sepertinya tendensius ini, saya sarankan anda-anda membaca essai kang Zen RS berikut : http://kurangpiknik.tumblr.com/


Terakhir, agar tidak salah paham, meski bernama ISIS dan ada embel-embel Islam didalamnya, sumber keuangan mereka nyatanya berasal dari 40 negara. Apakah Amerika, Perancis, Jerman, Inggris, atau mungkin Arab Saudi termasuk didalamnya? Entahlah,silahkan cek di Bank Swiss.

Lebih dan kurang saya mohon maaf, jika ada yang tidak setuju dengan pendapat saya dan ingin menulis dengan pandangan sebaliknya saya akan sangat senang
Atas kebesaran cinta saya kepada aa komisaris Fadjroel Rachman, saya kembali menulis ini untuk blio, dan mudah-mudahan blio sadar akan kecintaan saya kepadanya.


Jadi gini, beberapa hari ini politik tanah air diguncang dengan transkip percakapan ketua DPR yang di tengarai mencatut nama presiden Jokowi serta wakilnya, Jusuf Kalla perihal Freeport. Transkip percakapan akhirnya bocor ke ranah publik dan sudah pasti disantap habis oleh masyarakat Indonesia.



Berita ini sendiri menjadi besar karena yang dicatut adalah presiden serta wapres, dan yang mencatut adalah ketua parlemen, Setya Novanto, yang bulan lalu kepergok tengah road show di Amerika bersama kekasih gelapnya, Fadli Zon.



Lalu, kenapa paragraf pertama saya menyinggung aa komisaris? Seperti yang saya bilang diatas, blio adalah sosok idola yang amat saya cintai. Dan FYI aja sih, setelah puluhan kali, akhirnya mensen saya dibales sama blio – ya walaupun Cuma say hay doang dan tidak menjawab pertanyaan saya, juga tidak membalas mensen saya berikutnya – tapi tak apalah, yang penting kami sempat berbalas mensen, itu prestasi tersendiri bagi saya.



Pada zaman pemerintahan SBY lalu, ada beberapa pejabat atau pengusaha yang mencatut nama presiden atau wakilnya, Boediono. Dan tentu saja, aa komisaris dengan gagah mendorong agar orang nomor 1 dan 2 negeri ini untuk diseret ke pengadilan untuk di mintai keterangan. Baik itu pencatutan nama lewat rekaman percakapan seperti kasus Setya Novanto sekarang, atau kesaksian seseorang di pengadilan atau di media massa, atau bahkan hanya mengira-ngira saja atas dasar logika nya sendiri, aa komisaris tetap kekeh kalau kedua petinggi negara ini harus memberikan saksi nya ke pengadilan.



Sayang, petunjuk dari aa komisaris tidak pernah didengarkan oleh pihak pengadilan, meskipun Boediono pernah di panggil DPR untuk kasus Bank Century, tapi nama SBY tidak pernah tersentuh oleh pengadilan sekalipun. Beritanya pun menguap begitu saja, dan tentu aa komisaris semakin jengkel dengan keadaan seperti itu.



Namun kini, setelah negara api menyerang ( lagi-lagi ), dan setelah Manny Pacquiao menjadi lawan tanding Chris John di arena Kuku BIma Energy, aa komisaris Fadjorel telah berubah, ia kini lebih kalem dalam berpendapat, tak jarang lebih hati-hati, atau bahasa pejabatnya, normatif. Tapi tak apalah, saya maklumkan
saja, toh blio sudah menjadi pejabat juga kan ya?

Intinya, jika suara rakyat adalah suara tuhan, jadi bisa kita simpulkan bahwa suara aa komisaris Fadjroel adalah suara relawan Jokowi lainnya yang saya yakini pada pemerintahan SBY lalu mereka adalah penghujat setia SBY-Boediono sampai masa baktinya berakhir. Jadi tulisan umumnya kepada para Jokowers yang saya persembahkan khusus kepada aa komisaris, biar tidak ribet dan menghabiskan tenaga saya dalam mengetik huruf-huruf yang timbul di laptop.



Kemunculan rekaman Setya Novanto yang mencatut nama Jokowi-JK tentu membuat kuping semua orang panas, termasuk aa komisaris tentu saja. Bedanya, sekarang ia panas bukan karena ingin menyeret dua “ketuanya” tersebut memberi kesaksian, melainkan menuntut agar Setya Novanto ke pengadilan dan memecatnya dari kedudukannya sebagai ketua DPR. Tentu saya juga setuju dengan usulan ini, tapi ya itu tadi, sikap aa komisaris sudah tidak sama seperti dulu. Wajar sih…



Tapi, kenapa blio tiba-tiba menjadi picik sperti itu – atau saya yang picik? Entahlah – sudah buta kah ia jika pencatutan tersebut memiliki secercah kebenaran? Mengingat Setya Novanto tidak sadar jika pembicaraan tersebut tengah direkam. Media pun mendadak mengikuti arus tersebut dengan beramai-ramai menyudutkan Setya Novanto, yang saya akui dia juga salah. Tapi ini sangat berbeda pada masa SBY ketika media, semua orang, dan tokoh masyarakat kompak menuntut agar SBY ikut di periksa demi keadilan.



Kini, semua menjadi miring sebelah – kalau kata teman karib saya “kapal oleng kapten” – , media, tokoh politik dan pemuda justru menjadi tameng tersendiri bagi Jokowi-JK. Jika memang tudingan itu benar, ya ada baiknya Jokowi-JK juga diperiksa, sembari menjatuhkan Setya Novanto dari kursinya di parlemen. Namun, jika tudingan itu salah, silahkan seret Setya Novanto ke pengadilan atas nama pencemaran nama baik. Engga masuk kategori Hate Speech kan ya ini?



Kembali lagi ke aa komisaris Fadjorel terkasih. Dengan tindak-tanduk aa Komisaris sekarang ini, saya tidak bisa menjamin ini akan menjadi tulisan terakhir saya tentang anda. Bisa jadi ini menjadi partikel dari trilogy “Teruntuk aa Fadjroel”, atau bahkan menjadi” Teruntuk aa Fadjroel” The Series. 

Tergantung sejauh mana anda menjilat ludah sendiri, atau memungut kembali kotoran yang telah anda keluarkan dar dubur sendiri yang mengatasnamakan demokrasi 
#GoodNewsFromJokowi.  Btw








b�uvw

Entah
apa jadinya dunia ini tanpa kehadiran seorang guru. Yang pasti kita hanya akan
menikmati kegelapan pengetahuan, sekalipun matahari silih berganti menyinari
bumi setiap hari. Kita memang tidak bisa hidup tanpa matahari, tapi apa artinya
hidup jika tak berilmu.

Guru
laiknya seorang nabi baru yang diutus Tuhan ke bumi untuk menerangi isinya
dengan ilmu, kita sebagai murid pun harus mempelajarinya, dan tentu mengamalkan
kembali ilmu itu kepada penerus bumi selanjutnya.

Dunia
tidak akan semaju ini tanpa kehadiran seorang guru, dokter tidak akan pernah
mampu mengobadi orang yang sakit tanpa guru yang mengajarkannya, atau presiden
pun tak akan bisa menjadi pemimpin tanpa seorang guru yang membentuk pola fikir
dan kepemimpinannya saat masih sekolah dasar dulu.

Meskipun
guru selalu diidentikkan pada sekolah, jika dirunut lebih dalam lagi, maka
sejatinya guru memiliki pengertian yang cukup luas. Ia tak hanya mengajarkan
pelajaran dalam kelas, tapi juga mengajarkan kita kehidupan di luar kelas.
Artinya, guru tidak hanya guru kita di sekolah, tapi bisa berasal dari
keluarga, orang sekitar, atau bahkan teman kita sendiri.

Seperti
semua orang, saya pun tumbuh seperti sekarang karena berkat guru yang
mengajarkan, membuka pengetahuan saya akan dunia ini secara perlahan. Cukup
banyak guru yang berjasa dalam diri saya, yang telah membentuk karakter saya
seperti sekarang ini, dan rasa-rasanya tidak ada yang mampu saya lakukan selain
mengucap terima kasih dalam setiap doa saya.

Pernah
sekali waktu, ketika saya SMA, dan sedang dalam persiapan menuju UN, sekolah
saya yang terletak di pedesaan Aceh Utara, dengan perlengkapan terbatas, tanpa
adanya laboratorium apapun, kami para siswa dituntut belajar semaksimal
mungkin, mengingat standar nilai yang dipatok pemerintah cukup tinggi.

Sadar
dengan ancaman kegagalan yang menghantui kami para siswa, ditambah keterbatasan
peralatan pihak sekolah, beberapa guru pun berinisiatif membuka pelajaran
tambahan, berupa les pada sore hari, selepas pulang sekolah. Kegiatan ini pun
dilakukan dirumah pribadi guru, bukan disekolah, karena pihak sekolah pun
membuka kegiatan serupa.

Menurut
guru saya ketika itu, “kita tidak punya waktu lagi untuk bersantai, les 3 hari
dalam seminggu tidak cukup untuk mempersiapkan UN yang semakin dekat, jadi mau
tidak mau kita harus mengadakan les tambahan”. ucap guru Ekonomi saya waktu
itu, yang kemudian diikuti oleh guru lainnya dengan melakukan hal serupa.

Kepahlawanan
guru kami ini memang tiada duanya, 6 hari dalam seminggu, ia mencurahkan perhatiannya
untuk seluruh murid yang hendak menyongsong masa depan. Ia dengan sukarela
mengajarkan kami pelajaran tambahan tanpa dibayar satu-rupiah-pun, dan di satu
sisi, beliau juga memiliki tanggung jawab terhadap keluarga serta anak-anaknya.

Upaya
beliau memang tidak pernah sia-sia, karena kami, murid didiknya berhasil lulus
dengan nilai memuaskan, kami pun berhasil melanjutkan pendidikan ke beberapa
daerah diluar provinsi Aceh, seperti Medan, Yogyakarta, Padang, Bogor, dan
Jakarta seperti saya.

Apalah
artinya saya semua tanpa bapak dan ibu guru, karena saya tidak akan pernah
menjadi apa-apa tanpa kalian. Tidak akan pula saya menginjakkan kaki Jakarta
tanpa peran kalian. Ilmu baru yang kami terima pun berawal dari kalian.
Nilai-nilai kehidupan yang telah kami alami pun bermuara dari kalian, wahai
guru-guruku.

Tulisan ini dibuat
untuk Lomba Menulis “Guruku Pahlawanku”

http://lagaligo.org/lomba-menulis

Minggu ini, Italia akan diguncang oleh perseteruan ibukota, yang akan menyajikan pertandingan akbar antara Lazio vs AS Roma pada pukul 21:00 WIB. Dari sekian banyak laga derby di Italia, bisa dikatakan bahwa derby ibukota, atau dalam bahasa Italia nya di sebut derby Della Capitale ini menjadi derby paling mematikan di negeri pizza.

Menghuni kota yang sama, dan stadion yang sama pula, tak membuat kedua kubu seirama. Justru mereka saling berseberangan dalam banyak hal, mulai dari warna baju kebanggaan, latar belakang seporter, hingga pengaruh ideologi club yang telah mengakar.

Jika dilihat dari warna kebesarannya, dua club ibukota ini tentu sangat bertolak belakang, Lazio yang lebih dulu berdiri pada 1900 menjadikan biru muda sebagai warna kebanggaan, sedangkan AS Roma yang berdiri 27 tahun kemudian menggunakan warna khas kota, yakni Merah.

Perbedaan warna yang paling mencolok ini pun tak ayal memercikkan api pertengkaran antar keduanya. Fans AS Roma menuding bahwa Lazio tidak pantas mewakili kota, karena mereka sama sekali tidak mencerminkan Roma sebagai ibukota negara. Selain itu, Lazio nyatanya memang tidak benar-benar berada di kota Roma, karena “base camp” mereka pun berada sedikit diluar utara kota Roma. Para laziale pun lebih banyak tersebar di perbatasan ibukota ketimbang di tengah kota yang dikuasai oleh Romanisti.

Tak terima dianggap bukan penduduk ibukota, fans Lazio pun menyerang balik “kolega” nya tersebut dengan mengatakan bahwa mereka lah yang lebih pantas menghuni Roma, karena Lazio lah yang lebih dulu ada dan menjadi kebanggaan kota. Selain itu, bagi Laziale sendiri, club terkuat di kota Roma adalah Lazio, bukan AS Roma. Mungkin benar adanya jika mereka menganggap seperti itu, mengingat AS Roma terbentuk dari penggabungan tiga club, yaitu Roman FC, SS Alba-Audace, dan Fortitudo-Pro Roma SGS. Berbeda dengan Lazio yang memang berdiri sendiri.

Sama halnya dengan warna kebesaran, AS Roma dan Lazio pun dipisahkan oleh latar belakang seporter mereka yang saling bertolak belakang. Meski menguasai kota, nyatanya Romanisti kebanyakan berasal dari kaum proletar, atau kelas pekerja seperti buruh dan petani. Sedangkan Laziale dihuni oleh para kaum borjuis yang berasal dari bangsawan ibukota, pengusaha, hingga bankir-bankir sukses Roma.

Laiknya proletar dan borjuis, AS Roma dan SS Lazio pun dipisahkan antara ideologi politiknya masing-masing. Sebagaimana orang-orang borjuis, Lazio menjadi club sayap kanan Italia, bahkan hingga kini, para pendukungnya tetap menjunjung tinggi hal itu dan dengan bangga mengatakan diri mereka sebagai ultra-nasionalisme.

Ini pula yang menjadi cerminan bagaimana Lazio memiliki kedekatan yang tak biasa dengan pemimpin fasism Italia saat itu, Benitto Mussolini. Mussolini pun dengan gamblang mengakui kedekatannya dengan club berjuluk Biancocelecte tersebut. Memiliki kedekatan dengan pemimpin sadis macam Mussolini, Laziale tampaknya tak mau ambil pusing dengan hal tersebut, mereka pun dengan bangga mengangkat pemimpin Italia tersebut sebagai bapa mereka. Jadi, jangan heran jika kita sering melihat banner besar bergambar Mussolini dalam setiap pertandingan Lazio.

Berbeda 180 derajat dengan Lazio, AS Roma merupakan club kiri Italia bagian utara, dan menjadikan kaum buruh dan petani sebagai basis pendukung mereka. Kenyataan ini semakin memperuncing perseteruan antar kedua belah pihak, ditambah lagi dengan kebencian fans Roma pada Mussolini atas kediktaktoran nya terhadap kaum buruh yang semakin memperluas jarak perbedaan mereka.

Beberapa perbedaan mencolok ini jelas membuat kita memaklumi permusuhan mereka, dan memahami kemustahilan  persatuan kedua fans. Satu-satunya persamaan yang pernah terjadi antar keduanya adalah ketika salah seorang pendukung Lazio, Gabrielle Sandri meregang nyawa saat kedua fans bentrok pada 2007 lalu. Sandri sendiri tewas ketika ditengah-tengah perkelahian, ia terkena timah panas polisi anti huru hara yang nyasar ketubuhnya.

Untuk menghormati Sandri, sepak bola Italia berkabung, silent of minute pun diheningkan di seantero Italia, tak terkecuali Romanisti yang memberi penghormatan terakhir padanya dengan memberikan penghargaan kepada perwakilan Laziale lainnya.

Selebihnya, tidak ada yang mampu menyatukan kedua fans ini. tiap tahunnnya, dua kali dalam semusim, ibukota terbelah menjadi dua warna, dewan kota pun menaikkan status keamanan menjadi siaga 1 ( piala presiden kali ah ) tiap kedua club bertemu, jumlah polisi pun dinaikkan berkali-kali lipat di sepanjang ibukota untuk menghindari bentrok kedua tifosi. seakan mengambarkan bagaimana air ( jersey Lazio ) dan api ( jersey Roma ) tak pernah bisa menyatu dalam segala hal, termasuk sepak bola.

Kebencian keduanya pun telah merasuki nilai-nilai sportifitas sepak bola itu sendiri. Ya, pada 2011 lalu ( koreksi jika saya salah ), tifosi Lazio berbondong-bondong mendukung Inter Milan untuk mengalahkan AS Roma yang sedang berburu scudetto. parahnya lagi, Laziale pun memerintahkan club kesayangannya untuk mengalah saat berhadapan dengan Inter atau dengan club lainnya yang sedang bersaing dengan AS Roma di clasifica.

Hanya satu alasan mereka, yakni untuk mengahalangi saudara muda mengangkat piala. Ironis memang, karena disaat yang bersamaan, club pujaannya sedang terjerembab dijurang degradasi. Parahnya lagi, fans Lazio menyadari itu dan tidak mempermasalahkan jika clubnya harus turun tahta ke Serie B. “kami lebih senang jika Lazio turun kasta, ketimbang harus melihat AS Roma angkat piala”. Pungkas pentolan Laziale ketika itu.

Beruntung, karena pada akhirnya Lazio tidak degradasi, pun dengan AS Roma yang urung meraih scudetto nya. Akhir bahagia memang bagi kedua seporter ketika itu, tapi itu tentu tidak cukup mengakhiri pertentangan mereka yang terus terjadi tiap tahunnya.

Beberapa tahun belakangan, AS Roma memang lebih superior ketimbang Lazio, baik dikancah domsetik maupun Eropa. Ketika AS Roma konsisten dipapan atas, Lazio masih harus bolak-balik dipapan tengah dan atas. Musim lalu,bisa dikatakan sebagai musim terbaik Lazio selama lima tahun terakhir karena berhasil bertengger di peringkat 3 klasemen, tepat dibawah AS Roma.

Tapi, kegagalan mereka dibabak kualifikasi liga Champions seolah kembali menyadarkan mereka bahwa saat ini auman sang elang tidak lebih nyaring ketimbang serigala ibukota. Di liga Italia musim ini saja, AS Roma masih nyaman bertengger di posisi ketiga, sedangkan Lazio masih berada di peringkat ke tujuh.

Tentu fakta ini tidak menjadi penghalang panasnya laga nanti. Karena rival abadi memang tidak pernah mati. Mari kita tunggu apakah gaya selfie Fransesco Totti akan kembali menjadi trending topic, atau salam NAZI ala Paolo Di Canio yang akan muncul menjadi buah bibir dunia? Will see
Manusia pada dasarnya diciptakan atas dasar kesamaan, meski pada perjalannya banyak terjadi perbedaan, namun pada akhirnya manusia akan kembali pada fitrah awalnya. Begitu juga dengan beberapa tokoh kontroversial berikut. Meskipun menjadi pemimpin tinggi suatu negara, dan tak jarang jadi orang paling dibenci seantero bumi, mereka tetaplah manusia biasa yang gila sepak bola, seperti kita pada umumnya.

Jika dahulu kita mengenal Hitler yang disinyalir sebagai pendukung Schalke 04, Joseph Stalin yang merupakan penggila Dynamo Moscow, Jenderal Franco yang mengagumi Real Madrid, dan karibnya, Benitto Mussolini yang seorang Laziale kolot ( sejatinya ia adalah fans Bologna ). Maka orang-orang dibawah ini pun memiliki cerita yang sama seperti pendahulu mereka.

1.       Radovan Karadzic
Kita mulai dengan aktor utama perang Serbia – Bosnia. Sebagai seorang Interisti, saya bingung harus senang atau tidak ketika mendengar Radovan Karadzic seorang fans Inter Milan. Tapi yang pasti, militansi Karadzic selama perang Bosnia pun ditunjukkan saat ia mendukung Inter Milan.

Bertahun-tahun lamanya ia menjadi buronan Interpol, tak menciutkan nyali besarnya untuk menyaksikan club idolanya bermain. saat pasukan gabungan PBB dan Uni Eropa sibuk menyelidiki keberadaannya, Karadzic malah asyik menonton Inter Milan di Gueseppe Meazza beberapa tahun lalu. Tanpa ada yang mendeteksi kedatangannya, ia nyaman duduk di tribun VIP stadion sambil menikmari pertandingan.

Alasan kecintaan Karadzic pada Inter Milan pun cukup sederhana, karena ketika itu Nerrazurri dihuni oleh dua pemain Serbia, Sinisa Mihajlovic dan Dejan Stankovic. Yang kebetulan juga merupakan pemain idola saya.

2.       Muammar Khadafi
Kekagetan saya tidak berhenti sampai pada Radovan Karadzic saja, karena di negara Afrika sana, tepatnya di Libya, presiden tangan besi yang sudah memimpin negara islam tersebut selama lebih 30 tahun, Muammar Khadafi adalah seorang fans berat Liverpool.

Sebelum konflik saudara terjadi di Libya beberapa tahun lalu, ditambah kejatuhan Khadafi dan tewasnya ia ditangan rakyatnya sendiri, sebagai pecandu Liverpool, saya merasa bangga mendengar hal tersebut. tapi setelah konflik terjadi dan terbongkarnya beberapa kebobrokan Khadafi, kebanggaan saya pun sedikit pudar, sekalipun tidak membutakan saya akan kehebatan seorang Muammar Khadafi.

Kecintaan Khadafi pada Liverpool terlihat ketika ia sering menyaksikan pertandingan Liverpool di tv, dan ditemukannya mug putih berlambang Liverpool ditempat persembunyiannya. Selain itu, sang anak, Al Saadi pernah berniat membeli beberapa lembar saham The Reds, meski pada akhirnya niat itu tidak pernah terlaksana.

3.       Robert Mugabe
Jika fans Chelsea khawatir ketika kelak Roman Abramovic kehabisan uang, rasa-rasanya kalian tidak perlu takut, karena presiden Zimbabwe ini, Robert Mugabe siap menjadi penopang keuangan club. Meskipun rakyatnya dilanda kelaparan, tapi Mugabe hidup penuh kemewahan, ia bisa dikatakan presiden terkaya di benua Afrika, disamping predikat negaranya yang merupakan negara miskin.

Ditambah lagi dengan fenomen hyperinflasi Zimbabwe beberapa waktu lalu, yang menjadikan uang senilai 1 milliar tak mampu membeli sepotong roti tawar, bukan tidak mungkin Mugabe mengalihkan uang tersebut untuk – setidaknya – menanamkan modalnya di Chelsea.

Tidak ada yang tahu pasti memang sejak kapan presiden yang telah memimpin Zimbabwe satu dekade lebih ini menggemari Chelsea. Yang jelas, Mugabe pernah mengakui bahwa ia sangat berharap bisa menyaksikan The Blues secara langsung di Stamford Bridge. Dengan uang pribadinya, tentu saja. Gimana fans Chelsea? #MugabeIn

4.       Osama Bin Laden
Ada kah yang tak kenal dengan sosok satu ini? maka, sesatlah kalian jika tidak mengenal nama Osama Bin Laden. Tapi tentu masih sedikit yang menyadari jika orang yang pernah menjadi buruan nomor satu Amerika Serikat dan konco-konconya, yang juga merupakan pemimpin tertinggi Taliban ini adalah fans setia Arsenal.

Rumor ini pun semakin diperkuat ketika Bin Laden beberapa kali menonton Arsenal di Highbury ( stadion Arsenal ketika itu ). Kecintaannya pada club London Utara ini pun coba ia wariskan pada sang anak, saat ia menghadiahi putra nya sebuah replika baju Arsenal, bertuliskan nama legenda club, Ian Wright di punggungnya.

Lalu, apakah Wenger ingin meminjam meriam milik Osama Bin Laden jika sewaktu-waktu meriam mudanya kehabisan amunisi? Just Kidding Gooners. Toh, Osama nya juga udah engga ada.

Sebagai olahraga pemersatu dunia, sepak bola tentu tidak membedakan orang baik dan orang buruk. Ia pun tidak akan melarang seseorang untuk mencintainya, sekalipun mereka berpredikat sebagai orang jahat, atau bisa dikatakan sebagai penjahat perang.

Sepak bola bukanlah tempat menghakimi hal-hal seperti, ia sadar tiap manusia seisi bumi mempunyai hak untuk mencintainya dan sepak bola pun membalas cinta itu tanpa membedakan. Saya pun teringat dengan ungkapan Jurgen Klopp sesaat setelah ditunjuk melatih Liverpool, “selama 90 menit, sepak bola membuat kita melupakan permasalahan hidup yang sering membebani”.





Bagi kalian yang mengikuti isu politik sejak kejatuhan orde baru pada 98, atau saat 10 tahun pemerintahan SBY, tentu sangat hafal dan mahfum dengan sosok yang satu ini. ya, beliau adalah Fadjroel Rachman, aktivis 98 yang terus berjuang hingga pemerintahan SBY selesai.



Perjuangan aa Fadjroel tak terhenti sampai disitu, karena selama pemerintahan Jokowi pun aa tetap berjuang. Tetap berjuang untuk rakyat maksudnya? Entahlah, yang pasti berjuang. Aa Fadjroel adalah salah satu tokoh muda yang saya idamkan, makanya, beliau saya beri gelar aa, sebagai rasa hormat saya pada beliau.



Sebagai mana aktivis pada umumnya, masa orde baru menjadi masa paling suram dalam kehidupan aa Fadjroel dan aktivis demokrasi seangkatannya. Keluar masuk penjara, pengasingan, hingga ancaman pembunuhan selalu membayangi hidup aa selama itu.



Lewat perjuangannya yang tak kenal menyerah dan pantang takut inilah, akhirnya rezim orba pun jatuh, dengan aa Fadjroel sebagai salah satu aktor utamanya. Rasa takut yang kerap hinggap dalam fikiran, darah yang terkadar mengucur deras, akhirnya terbayar ketika ratusan ribu mahasiswa berhasil menggulingkan Soeharto beserta anteknya.



Ketika rekan-rekan aktivis ramai masuk partai politik, aa Fadjroel ogah mengkhianati idealisme nya itu, beliau tetap berjalan melalui jalurnya sendiri, dan terus bergerilya melawan tirani pemerintahan sehabis pak Harto menjabat. Siapapun presidennya, maka harus siap di nyinyiran sama aa.



Aa Fadjroel pun berhasil mendirikan media online yang ia beri nama, Pedoman News, yang dengan sekejap menjadi media oposisi paling tajam mengkritik pemerintahan SBY. Ya, 10 tahun SBY menjabat presiden, nama aa Fadjroel Rachman kembali bersinar dijagat politik nasional.



Kritikan tajam terhadap pemerintahan SBY yang disertai analisis akurat, membuat aa Fadjroel mendapat panggungnya kembali. Sangat banyak masyarakat – yang didominasi kaum pemuda – berempati pada aa dan memberi dukungan, tidak terkecuali saya, yang langsung jatuh hati pada beliau. “nih orang kalo nyalonin presiden pasti gue dukung, jadi relawannya oke, ngumpulin KTP buat dia pun jadi, jadi timses nya  pun gue jabanin dah” gumam saya dalam hati, ketika itu.



Harapan saya itu pun seakan menjadi nyata ketika pada 2009 lalu, aa Fadjroel mantap maju menjadi Indonesia 1, dan hebatnya lagi melalui jalur independen. Subhanallah, sumpah keren nih orang. Saya jadi seperti orang gila ketika itu, saat mendengar aa mau jadi presiden atas nama sendiri. “Ya allah ya rabb. Masih ada orang lurus di Indonesia ternyata”



Tapi, niat mulia aa Fadjroel pun gagal. Saya pun tidak jadi ngumpulin KTP, jadi relawan, dan jadi timses beliau. Semuanya gagal total karena undang-undang hanya memperbolehkan calon presiden melalui parpol. Usaha aa lewat Mahkamah Konstitusi pun menemui jalan buntu, upaya saya menyebar selebaran wajah aa dan niat nyablon baju bakal kampanye pun semakin layu.



Salah satu alasan saya bikin akun twitter ya karena aa Fadjroel. Saya tidak ingin ketinggalan satu kalimat pun yang keluar dari mulut aa, dan berhubung beliau aktif di media sosial, jadi ya saya susul lah ia ke twitter, dan seperti dugaan, cuitannya pun sangat berbobot, tajam, menusuk, dan menohok. Pemerintah dibawah SBY dibuat kocar kacir karena tweet aa, saya pun dibikin tak berdaya untuk terus mengidolai aa Fadjroel sebagai tokoh muda paling berpengaruh. 

Banyak pemikiran saya tentang pemerintahan SBYterinspirasi dari beliau. Kalo istilah sepak bola nya, saya ini hooligans nya aa Padjroel lah Satu hal lain yang dimiliki oleh aa dan tidak dimiliki oleh tokoh lain adalah, beliau juga berperan sebagai penghubung antara masyarakat dan PLN. Loh kenapa bisa gini? emang aa komisaris utama PLN??? Bukan ya, bukan. Saya pun tidak tahu asal muasal hubungannya dengan PLN, tapi yang pasti semua orang Indonesia, jika daerahnya tengah mati lampu, maka mereka akan melapor ke aa Fadjroel, lewat twiter. 

Dan mayoritas dari mereka yang melapor pada beliau pun puas dengan efek aa Fadjroel. Karena tidak lama setelah mensen ke aa, listrik di daerah mereka pun kembali menyala. Engga percaya? Buktiin aja ke @fadjroel. Eh, tapi udah jarang sih :p



Sekarang, setelah negara api menyerang, saat sinetron-sinetron di TV bertema kan kebun binatang, aa Fadjroel sudah berubah. Beliau sepertinya salah seorang fans mbak Raisa yang tidak mau terjebak nostalgia masa lalu dan memilih move on dibawah kepemimpinan Jokowi.



banyak orang yang beranggapan bahwa aa Fadjroel sebagai pesakitan demokrasi dibawah kepemimpinan Jokowi. Astaghfirullah, sungguh sesat pemikiran mereka. Mereka tidak sadar, bahwa Jokowi lah orang pertama yang membuat aa tidak Golput dalam pemilu, maupun pilkada Jakarta. Sebelum Jokowi nongol dan menjadi komoditas media nasional, aa Fadjroel tidak pernah sekalipun menggunakan hak pilihnya. Karena ia paham betul bagaimana busuknya parpol-parpol tanah air.



Kehadiran Jokowi, secara langsung menyadarkan aa Fadjroel agar terjun langsung dalam proses demokrasi. Beliau menjadi satu dari sekian banyak tokoh yang menjadi “relawan” Jokowi semasa kampanye lalu, dan tentu dikenal paling militan dijagat dunia maya. Ketika satu persatu rekan relawannya menghilang teratur dari permukaan, aa tetap terdepan mengawal Jokowi. Dan ketika banyak “relawan” yang ketiban rejeki di posisi strategis, beliau pun tak mau ketinggalan.



Atas perjuangan tanpa batasnya itu pula, aa menjadi orang nomor satu di PT Adhi Karya. Salah satu BUMN yang terkenal akibat skandal hambalangnya dengan kanda Anas Urbaningrum. Kini, rasa-rasanya, sudah tidak pantas saya memanggil aa Fadjroel dengan sebutan aa. Akan tetapi saya mohon dengan sangat, sebagai komisaris utama, ijinkan saya memanggil anda dengan sebutan aa komisaris, tanpa membuang embel-embel aa sebagai tanda kebesaran cinta saya pada anda.



Begini aa komisaris, duh gimana ya, saya bingung harus gimana, saya jadi ikut-ikutan nge fans sama mbak Raisa ini karena serba salah menyikapi aa komisaris. Nganu loh a, saya tidak tahu harus menyalahkan siapa, tapi ya anggap aja saya yang salah telah seperti ini terhadap aa komisaris.



Saya sering lunglai ketika mendengar orang-orang yang belakangan sering menyindir aa komisaris, kata mereka aa komisaris sudah tidak berjuang lagi, sudah tidak militan lagi, juga tidak mati-matian lagi membela rakyat. Padahal setahu saya, dan sepenafsiran saya, aa komisaris masih terus berjuang kok, masih tetap militan, dan tentu nya mengorbankan nyawa dalam membela……..konglomerat pemerintahan.



Aa komisaris telah meluluh lantakkan hati saya dengan perangai aa komisaris. Padahal masa kampanye lalu, aa komisaris menyanjung Jokowi karena sikap politiknya yang tidak transaksional, tapi aa komisaris sekarang malah menjadi bagian dalam politik transaksional itu. suatu praktek yang aa haramkan semasa SBY dulu.

Kini, malah aa komisaris halalkan itu. maaf sebelumnya a, maaf beribu maaf, aa komisaris sekarang bukan
hanya menjilat ludah sendiri, tapi juga telah memungut kotoran yang telah aa komisaris keluarkan dari dubur aa.



Hati saya pun makin lirih a, ketika aa komisaris, menjadikan media online aa, Pedoman News, dijadikan alat propaganda Jokowi. Tidak cukupkah #AlhamdulillahJokowi #JokowiAdalahKita #TerimaKasihJokowi #GoodNewsFromJokowi berseliweran di temlen aa komisaris? Haruskah hastag-hastag itu juga nempel di halaman Pedoman News yang konon katanya media independen???



Dulu aa komisaris hanya bermusuhan dengan orang-orang Soehartois, sekarang sadarkah, aa komisaris sudah memusuhi semua orang yang mengkritik Jokowi? Padahal mereka belum tentu mendukung Prabowo ketika pemilu lalu. Menurut pandangan sempitku ini, aa komisaris sekarang tampaknya kurang bergaul, atau bahasa kerennya sih pergaulan aa terlalu segmented.



Dengan alasan politis pula aa komisaris sudah tidak nongol lagi di acara ILC TVone, jika begini, siapa a sebenarnya yang gagal move on? Tolong ya a, jangan lapor saya ke polisi atas tuduhan Hate Speech. Karena demokrasi itu bebas tanpa kekangan, benerkan ya a??? oh iya, aa komisaris dukung SE Hate Speech gak ya? Btw.



Asal aa komisaris tahu saja, hati saya menangis dan menjerit karena tiap mensen saya di twiter tidak pernah aa komisaris balas sekalipun. Segitu hina nya kah saya dimata aa? hikksss……giliran mereka yang mengimani Jokowi selalu aa bales mensennya atau aa RT tweetnya. Jika pun aa komisaris berbalas mensen pada pengkritik Jokowi, aa selalu menggolongkannya sebagai orang-orang PKS, menyebar #LHI18Tahun sebagai alibi aa komisaris menghadapi orang-orang kritis. 

Sebegitu dengki nya kah aa pada pengkritik Jokowi? Sampai-sampai semua orang disamakan dengan kasus sapi?pfftttt….



Saya tidak ingin melanjutkan tulisan ini a, karena bisa sampai 2000-an kata lebih, bukan apa-apa a, pegel tangan saya ngetiknya, lagi pula kopi saya pun tinggal ampas doang.



Sebagai penutup ya a. dari semua perubahan dalam diri aa komisaris, hanya satu yang tidak pernah berubah, yaitu aa komisaris tetap GGMU !!!!! Hail Fadjroel Rachman.

*****

Best Regards
pemuja mu