Entah apa kalimat pertama yang pantas disematkan untuk menggambarkan seorang Daniel Agger. Bagi fans Liverpool, ia melebihi sosok seorang legenda. Cinta yang amat dalam pada club berjuluk The Reds tersebut telah membuat namanya abadi di ingatan. Sekalipun ia tidak mengakhiri karir di Anfield. Hanya mengenal dua club seumur hidupnya, Agger adalah simbol dari arti setia. Ia tak mampu menahan rindu pada Brondby, tempat dimana ia memulai semua cerita sampai akhirnya kembali dan mengakhiri karir di tempat semuanya bermula.

Tumbuh dan besar bersama Brondby, Daniel Agger menjemput takdirnya yang lain, menjadi pemain Liverpool dan cinta pada club Merseyside itu. ketika fit, ia seolah menjadi fans yang turut berlari dengan 10 pemain lainnya. Namun, jika cedera melanda, Agger seakan bergabung dengan 45 ribuan kopites yang memadati tribun Spion Kop. Agger merupakan sosok orang Denmark sejati yang tidak suka dengan ketenaran, hidup berlebih-lebihan, dan menjadi pusat perhatian. Ia lebih nyaman dengan budaya bangsanya yang santun, damai, apa adanya, dan jauh dari kata hura-hura seperti pesepakbola kebanyakan. Mungkin, hanya tato mencolok, yang membuatnya sedikit berbeda dari Danish kebanyakan. Tapi, tato itu pun memiliki banyak makna bagi hidup pria berumur 31 tahun ini. Salah satunya, sebagai pengingat dan kebanggaan akan leluhurnya, bangsa Viking.

Dilahirkan Brondby, di besarkan Liverpool, ia mungkin menjadi pemain bola paling beruntung di dunia, karena ia keluar dari kampung halaman untuk menemukan kampung idaman. Di Anfield, Dani (sapaan akrabnya) menjadi ujung tombak benteng pertahanan yang tak jarang membangun serangan, bahkan ikut mencetak kemenangan lewat tendangan keras atau sundulan kepalanya. Ia menjadi katalis ketika legenda yang lain, Jamie Carragher atau Martin Skrtel setia menjaga pertahanan. Bersama “preman” Anfield lainnya, Martin Skrtel, Dani menjadi bek paling ditakuti lawan, tentu bukan hanya karena permainannya yang lugas, tapi kebiasaan duo “preman” ini yang acap kali meledak saat terjadi friksi di lapangan. entah Dani atau Martin, atau bahkan secara bersamaan akan menghampiri lawan untuk menciutkan nyali mereka.

Ini juga yang menjadi satu dari sekian banyak alasan fans sangat mencintainya. Membela club dengan sepenuh hati dan tak sungkan melawan jika ada yang mencaci. Permainannya yang tak kenal kompromi itu pula yang membuat fans memujanya. Ia bahkan dianggap sebagai Scouser sejati (scouser sebutan untuk penduduk asli Liverpool yang terkenal dengan dialeknya yang berbeda dengan orang Inggris kebanyakan)


Karir Agger tak melulu cemerlang. Rafael Benitez, Roy Hudgson, Kenny Dalglish, dan Brendan Rodgers sudah menyaksikan bagaimana Agger kerap di rong-rong cedera panjang. Mulai cedera betis, enckle, paha, ligament, sudah ia rasakan. Hanya itu yang menjadi mimpi buruknya selama ini, pun pemain bola lainnya. Tercatat, hanya semusim saja ia berhasil mengemas 35 caps bagi The Kop. Pria penuh cinta dengan tato yang menutupi tubuh, tak ada yang mengira jika nama Liverpool telah bersemayam lama dalam jiwa Dani. Nama yang sebelum kepulangannya diabadikan di empat jemari lewat simbol club yang iconic itu, sebagai tanda bahwa hanya Liverpool yang ia cinta.

Kita akan sangat mudah menerima kecintaan Steven Gerrard pada Liverpool, karena ia seorang Scouser. Maka, tentu hal yang luar biasa ketika seorang Viking menempatkan Liverpool di palung hatinya yang sangat dalam. Ia tak perlu waktu puluhan tahun dalam membela Liverpool untuk menempatkan namanya di hati para fans. Fase karir Agger sempat berada di persimpangan nasib ketika Barcelona, Manchester City, AC Milan menawarkan menit bermain dan gelontoran euro yang tak sedikit. Akan tetapi, Dani tanpa berpikir panjang menampik semua tawaran demi kembali mengabdi pada club tanah kelahiran, Brondby. Bukan merasa ia tak mampu bermain di level tinggi, namun, hatinya lah yang tak sanggup bermain untuk club besar selain Liverpool.

Maka, tersesatlah Rodgers yang telah mengkhianati kesetiaan Agger yang tak ternilai itu. ketika ia membawa Liverpool terperosok jauh sepeninggal kapten kedua. Ini pula satu-satunya kebijakan Rodgers yang saya kutuk, selama karirnya melatih Liverpool. Ketika Rodgers mengharapkan uang setimpal dari deretan club sohor diatas, Dani justru “menghakimi” nya dengan cara yang humanis. Yaitu pulang meninggalkan kenangan tanpa merasa kehilangan. Upaya terakhirnya untuk memberikan sesuatu yang layak dikenang bagi negara pun pupus seketika, saat ia tak mampu menahan gempuran saudara skandinavia, Swedia yang menyingkirkan mereka di babak play off Euro 2016. Sekaligus membuat Daniel Agger mengambil keputusan besar dalam hidupnya.

Ia kemudian mengambil jalan sunyi, mengakhiri karir sepak bolanya di usia yg masih sangat matang, 31 tahun. Memulai hidup dari awal lagi untuk mencapai satu tujuan, keabadian. Bolehlah tato berbagai warna dan rupa menutupi kejernihan hati sang legenda yang hanya mengenal 2 warna, merah dan kuning.

You’re the living symbol of Liverpool FC, Capt #YNWA

Sumber gambar : www.zastavki.com

Pertama, saya minta maaf kepada pak Kivlan Zen karena telah lancang menulis surat kaleng ini. saya harap bapak memaklumi akan kekurangan saya yang suka nggeregetan enggak jelas. Adapun sifat nggeregatan saya berawal dari pemikiran mutakhir pak Kivlan Zen sendiri.

Di awali dengan wacana permohonan maaf pemerintah pada korban 1965 ( keluarga eks PKI ), di ikuti dengan temuan-temuan atribut PKI di beberapa daerah, serta maraknya acara-acara yang berbau “kiri” seperti Belok Kiri Festival, pemutaran film “Pulau Buru, Tanah Air Beta” karya Rahung Nasution, dan symposium 1965 yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pak Zen dengan mantap nan haqqul yaqin, jika PKI ( Partai Komunis Indonesia ) kembali berdiri.

Jujur ya pak. Bulu kuduk saya ( baik yang terlihat, maupun yang enggak keliatan ) berdiri, merinding, tak bisa menahan tawa mendengar celotehan anda. Bukan karena saya tidak percaya dengan pemikiran bapak, tapi ya…mbok mikir to pak kalo ngomong. Apalagi depan publik. Apalagi bawa-bawa sesuatu yang punya sejarah panjang yang kelam. Apalagi….ya pak????

Saya lanjut ya pak Zen. Emang seberapa ngeri sih pak PKI itu buat bapak? Toh mereka juga udah pernah bapak usir kan dulu, dan mungkin juga ada yang bapak bunuh waktu itu, ini mungkin loh pak. Apa jangan-jangan ini lagi-lagi konspirasi wahyudi ya pak? Astaghfirullah, memang laknat betul mereka, pak.

Saya tidak mengerti kenapa bapak sebegitu dendamnya sama PKI. Padahal, di waktu yang bersamaan, mereka yang dulunya korban G30S PKI ( anak-anak jenderal ) sudah saling memaafkan, bahkan berangkul tangan dengan mereka yang orang tua nya terlibat PKI. Ini saya ndak mengada-ada lho pak, kan anda lihat sendiri bagaimana mesranya mereka saat acara ILC tempo hari.

bapak bersabda, bahaya laten PKI/Komunis sedang meraja di Indonesia. Akibatnya, acara kepemudaan dilarang, bedah buku, diskusi, pemutaran film dibubarkan, dan yang lebih hina lagi, buku-buku yang kadung beredar luas ditarik kembali, hanya karena berhaluan kiri. Bukankah itu bagian dari ilmu, pak? Kok ya saya merasa kita kembali jatuh dalam kubangan yang sama seperti era Orde Baru dulu. *Tenang pak, mungkin ini hanya buah dari kedangkalan pola pikir saya saja*.

Seolah tidak ingin kalah dengan Golkar dan PPP, pak Zen ( entah apa partainya ), mengadakan symposium tandingan 65, yang diberi tema symposium menyelamatkan pancasila dari kebangkitan PKI dan Komunis ( koreksi jika saya salah ).

Lalu, apa perlunya Pancasila diselamatkan dari hantu yang bernama PKI? Yang bikin pancasila juga kan bung karno, seorang sosialis yang dekat dengan Uni Soviet dan bersahabat dengan Aidit, si empunya PKI. Dari mana datangnya pemikiran ini pak Zen? Saya bertanya. Bapak enggak bisa jawab? Sila googling dulu pak. Enggak nemu pak? Sila obrak-abrik arsip nasional, pak. Astaga, enggak nemu juga pak? Istikhoroh deh pak tiap hari.

Begini pak Zen. Ada beberapa pendapat anda yang membuat saya menghabiskan sebatang rokok “234” hanya dalam sekali tarikan nafas ( padahal saya enggak ngerokok lho pak ). Pertama, anda menuding jika Budiman Soejatmiko seorang antek PKI sekalipun ia ( mungkin ) seorang komunis hanya karena dia aktif membangun dan memberdayakan desa, petani, dan kelas pekerja lainnya. Masya allah, tega nian bapak ini. seperti yang kita ketahui pak, Budiman Soejatmiko adalah anggota dewan yang bertanggung jawab dengan hal-hal demikian karena ia berada di komisi 2. Jika sudah begini, saya jadi penasaran, dalam berpikir, pak Zen memakai mazhab apa?

Secara tidak langsung bapak sudah menganggap bahwa penduduk desa, petani, dan kelas pekerja lainnya sebagai PKI? Usut punya usut, anda juga berasal dari desa kan pak? Berarti anda…..saya skip aja ya pak.

Kedua, dengan penuh rasa percaya diri bapak bersabda jika PKI telah bangkit sejak 2010 lalu yang di ketuai oleh Wahyu Setiadji ( entah siapa lagi itu ), dan sudah memiliki 15 juta kader yang tersebar di seluruh nusantara. Ini pula yang membuat saya tertawa sesunggukan, sampai rusak keyboard PC saya akibat semburan air liur yang keluar dari mulut karena hendak menahan tawa tapi saya tak berdaya.

Ajaib sekali anda pak. Habis semedi di gua mana bapak sehingga dengan mantap menyebut nama Wahyu Setiadji, yang bapak sebut sebagai anak Njoto, seorang propagandis handal PKI. Oleh karena itu, saya pun bergegas nanya om gugel. Mencari, siapa sebetulnya Wahyu Setiadji itu. alih-alih menjadi ketua PKI, Wahyu Setiadji yang saya temukan justru seorang pedagang cilung, pak. *Jangan salahin saya pak, kan gugel yang jawab, bukan saya. Mungkin gugel turunan PKI kali pak. Masa enggak tau Wahyu Setiadji. Wong bapak aja tau, ya?*.

Belum lagi, klaim bapak yang menyebut 15 juta, sebagai angka pasti dari jumlah kader PKI itu. ini luar biasa sekali pak. Teman Ahok saja ngumpulin sejuta KTP buat Ahok udah mpot-mpotan. Lah ini, ngumpulin KTP kaga, nyamperin warga dusun juga enggak, ngomen masalah reklamasi juga boro-boro, tiba-tiba udah ada 15 juta kader aja.

Setahu saya, pak. Di masa keemasan PKI saja, kader mereka hanya menyentuh angka 10 jutaan. Nah sekarang, dengan segala pembredelan karya, pembubaran acara, dan segala keterbatasan media, bagaimana bisa kader PKI jumlahnya membengkak diangka 15 juta? Hmmm….mungkin 10 juta nya kader-kader hantu zaman 42-65. Bisa jadi-bisa jadi.

Dengan ini, saya mulai berpikir jika sesatlah presiden Jokowi yang lebih memilih Soetiyoso sebagai kepala BIN ( Badan Intelijen Negara ), ketimbang pak Zen, yang melalui hipotesa nan agung bisa menyimpulkan keberadaan PKI melalui analisis yang terperinci.

Sekian surat kaleng ini saya buat untuk pak Kevlan. Maaf pak jika saya tidak mencantumkan pesan-pesan didalamnya. Secara ilmu saya masih teramat jauh dari bapak. Kalo bapak tidak baca surat ini gapapa pak. Wajar, namanya juga surat kaleng. Ntar saya buatkan surat botol ya pak, biar lebih nikmat.
Yakali surat botol, pak…