Sebagai warga pinggiran Jakarta yang telah menetap hampir 10 tahun lamanya, terima atau tidak, hal ini telah membuat saya secara otomatis mengikuti langkah Persija Jakarta di kompetisi sepak bola Indonesia. Walaupun bukan penduduk asli Jakarta, mendukung Persija dirasa perlu untuk saya lakukan karena Macan Kemayoran masih bermain di liga tertinggi Indonesia. Agak tidak mungkin rasanya jika saya tetap mendukung Persiraja Banda Aceh yang kini entah di mana rimbanya.

Sebagai Jak Mania karbitan, saya tentu prihatin dengan keadaan Persija beberapa tahun belakangan. Performa tim yang buruk, pula manajemen yang tidak becus mengurus tim telah membuat Persija semakin jauh tertinggal dari lawan klasiknya, seperti Persib Bandung dan Arema Malang. Status sebagai tim ibukota tak berbanding lurus dengan capaian mereka selama ini. Jangankan berprestasi di atas lapangan, membayar gaji pemain saja manajemen masih keteteran.

Seperti kebanyakan tim-tim di Indonesia, kemunduran Persija disebabkan oleh pencabutan dana APBD yang selama ini menjadi sumber uang Persija. Hal ini membuat manajemen harus memutar otak untuk mencari dana segar melalui sponsorship. Celakanya, manuver manajemen macan kemayoran untuk mencari sponsor masih jalan di tempat. Ini bisa kita lihat bagaimana kondisi Persija sekarang yang hanya dihuni oleh pemain muda nir pengalaman, tidak seperti Persija yang dulu kita kenal yang penuh pemain bintang. Hal lain yang mencolok dari Persija adalah kosongnya Jersey mereka dari brand-brand sponsor. Padahal, sekali lagi, mereka tim ibukota.
sumber: fourfourtwo.com
Ini tentu bertolak belakang dengan Persib Bandung yang jersey nya selalu disesaki brand besar. Bahkan 2 musim lalu, Persib harus membagi 2 jersey mereka (saat bermain di AFC Cup dan Liga Super Indonesia) agar semua brand bisa tampak di dada, depan dan belakang, lengan kanan, lengan kiri.

Bukan hanya kalah pamor dari Persib, Persija juga kian tertinggal dari “saudara jauhnya” Arema Malang yang terus mendapat dana baru dari sponsor yang bekerja sama dengan mereka. Dalam mengarungi musim ini saja, Singo Edan sudah kebanjiran brand anyar yang kian membanjiri jubah birunya dengan “iklan”.

Tentu bukan hanya 2 club ini yang sudah mendahului Persija dalam urusan bisnis komersil. Persipura Jayapura, Mitra Kukar, bahkan club baru seperti Bali United dan Bhayangkara FC jauh lebih sehat keuangannya dibanding Persija Jakarta. Sehatnya keuangan beberapa tim di atas juga berbanding lurus dengan performa mereka di atas lapangan dan menjadi garansi pemain bintang agar mau dipinang.

Berkebalikan dengan beberapa tim tersebut, keadaan Persija yang apa adanya – juga – berbanding lurus dengan performa mereka dan kualitas pemain yang dimiliki. Di ajang ISC lalu saja, macan kemayoran hanya mampu duduk di peringkat 14 klasemen akhir. Sekalipun mereka memulangkan Greg Nwokolo dan Emanuel Pacho Kemogne ke ibukota, permainan tim asuhan Zein Alhadad tidak juga membaik sepanjang kompetisi.

Jelang digulirkannya Liga 1 Indonesia, dan telah tersingkirnya mereka dari ajang pramusim bertajuk piala presiden, Persija dituntut untuk terus melakukan pembenahan. Mereka berhasil mendatangkan bek muda potensial, Ryuji Utomo dari Arema dan menyeleksi beberapa pemain luar negeri untuk melengkapi slot pemain asing. Tapi lagi-lagi, pergerakan mereka di bursa transfer masih jalan di tempat karena terkedala tuntutan gaji pemain incaran.

Keberadaan Bambang Pamungkas dan Ismed Sofyan tentu menjadi pertanda bahwa Persija memang tak memiliki pilihan lain selain mempertahankan pemain yang kian dimakan usia. Masalah lain yang tak kalah penting tentu saja kandang Persija. Jakarta, terlebih lagi Jabodetabek memiliki beberapa stadion berstandar internasional, seperti stadion Patriot di Bekasi, Pakansari di Cibinong, dan tentu saja Gelora Bung Karno di Senayan. Tapi Persija selalu terusir dari rumahnya sendiri. Sejak tak lagi menempati stadion Lebak Bulus sebagai home base beberapa tahun lalu, Macan kemayoran mulai akrab sebagai tim musafir selama beberapa musim. Tak jarang Jak Mania harus rela pindah kandang ke Manahan Solo, Gelora Delta Sidoarjo, atau Mangguharjo di Sleman untuk mendukung tim pujaan. Rencana manajemen yang ingin menggunakan stadion Patriot Bekasi pun masih simpang siur kejelasannya karena pengelola stadion meminta mahar sewa lapangan yang tidak kecil nominalnya.

Persija Jakarta. Mungkin hanya mereka club ibukota yang melarat dari semua aspek sepak bola. Seburuk-buruknya performa Hertha Berlin di Bundesliga, mereka masih bisa mendatangkan banyak sponsor dan tak perlu minggat dari Olympiade stadion Berlin. Atau bagaimana keterpurukan negara Yunani yang tidak berdampak banyak pada club ibukota, AEK Athena yang sempat dirundung masalah finansial tapi tetap bertengker di 5 besar liga.


Memang tidak semua tim ibukota berada di papan atas. Tapi tentu saja, apa yang terjadi pada Persija Jakarta, pemegang 1 gelar juara ( sejak era liga), club dengan sejarah panjang, pencetak pemain masa depan Indonesia dan memiliki basis suporter yang luar biasa setia, keadaan sekarang ini tentu menjadi dosa besar yang harus ditebus dengan satu perubahan besar dari semua elemen Persija Jakarta.
Pemberitaan media yang luar biasa seputar Pilkada tak bisa dipungkiri telah membutakan mata kita pada peristiwa lain yang jauh lebih penting dari pada si 1, 2, 3, atau nomor urut lainnya. Kenapa saya bilang lebih penting? Jelas, apa-apa yang berhubungan dengan Pilkada hanya akan membuat kita kehilangan teman dan menjadi tak waras dibuatnya. Sementara peristiwa lain yang dimaksud adalah kita bisa menambah pergaulan dan bahan perbincangan untuk tetap menjaga tingkat kewarasan dalam tatanan berkehidupan sosial.

Lalu apa saja hal-hal yang jauh lebih penting itu, yang luput dari perhatian kita akibat Pilkada? Berikut beberapa kejadian lain yang terjadi selama Pilkada berlangsung

1.       Antasari vs SBY
Tentu bukan masalah laporan Antasari di Bareskrim Polri yang menyatut nama SBY dan Hary Tanoe yang penting. Melainkan, lagi-lagi, untuk kesekian kalinya, cuitan SBY yang menjadi penting. SBY tak terima dengan tuduhan mantan ketua KPK tersebut yang menurutnya keji dan bermuatan politik untuk menjatuhkan putra sulungnya, Agus Harimurti yang esoknya bertarung di Pilkada DKI.

Tanpa ampun, SBY membredel twitter dengan thriller cuit lanjutan yang membuat kita iba, juga tawa. Tak lama setelah mencuit kegelisahannya di Twitter, SBY mengadakan konferensi pers di kediaman barunya, Kuningan. Lembar perlembar kertas pidato yang ia baca ternyata tak beda jauh dengan apa yang sebelumnya ia utarakan di Twitter. Seketika saya bergumam senja jangan-jangan kertas itu hanya soft copy cuitannya di Twitter.”

Hmmmm.... I have to say *kepala menengadah ke atas* buat apa konferensi pers kalo isinya sama kayak di Twitter? Buat apa? B u a t a p a

2.       Ibas featuring Aliya
Wahai rakyatku. Kalian harus tahu bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. SBY rela turun bukit demi Agus, Ibas rela bikin Twitter demi SBY, Aliya rela belajar bahasa Indonesia demi Ibas. Yhaaaaaa

Mba Aliya, dengan cinta tiada tara pada Ibas cukup sigap meluruskan biduk persoalan “wahai rakyatku” yang kadung jadi trending topik. Ia tak menyia-nyiakan gelar sarjana yang diambil di luar negeri untuk membenarkan kosakata anak bangsa dengan sebuah dagelan yang bisa membuat Pram bangkit dari kuburnya. But, I have to say..kebodohan Ibas dibalas kebodohan Aliya. Ini sekaligus penegasan Tuhan bahwa ia memang adil dalam menentukan jodoh seseorang.
Wahai rakyatku. Inilah keluarga cemara yang saling membela di dunia maya. Entah apa yang membuat Ibas berkata “wahai rakyatku” sementara dia bukanlah siapa-siapa. Entah apa pula pertimbangan Twitter untuk mencetang biru akun Ibas dan Aliya yang.........................silakan isi sendiri.
sumber: tribunnews.com
3.       Tukang Bubur Naik Haji dan Anak Jalanan tamat
Dengan mengucap syukur diiringi gemuruh sirine telolet, akhirnya sinetron TBNH dan Anak Jalanan habis juga. Entah mereka sudah kehabisan cerita atau ini hanya sekedar trik Hary Tanoe untuk mengalihkan isu khalayak dari laporan Antasari Azhar padanya. Atau jangan-jangan demi melimpahnya slot mars Perindo yang makin easy listening di pendengar millenial.
*tiba-tiba saya melihat iklan sinetron SCTV yang judulnya Orang-Orang Kampung Duku dan Anak Langit* tidak ada kata lain yang patut diucapkan selain......ASUUUUUUUU

4.       Dewi Persik vs Nassar
Tidak ada Valentine tahun ini. Di hari yang kata banyak orang sebagai hari kasih sayang, Dewi Persik dan Nassar justru membuka permusuhan  baru. Berawal dari adu mulut KEDUA biduan ini, DePe tak bisa menahan emosi kala biduan satunya tak mau berhenti bicara. Entah ia sedang dapet atau memang sudah tabiatnya, pedangdut asal Jember ini anjiir tau amat gue langsung menghujam Nassar dengan sebutan “bencong lo. Anjing lo” yang sayangnya langsung dipotong kuis Tolak Angin. Dan seketika malam Valentine saya nanggung bukan kepalang dibuatnya.

5.       Awkarin
Sampai sekarang saya belum pernah melihat rupa Awkarin yang fenomenal itu. Awkarin adu mulut sama pacarnya pun (secara harfiah, adu mulut di sini maksudnya cipokan) saya juga belum lihat. Awakarin naik kuda di video klip terbarunya pun saya belum lihat. Dada Awkarin yang awalnya datar lalu  menjadi besar dan mantap, dengan sekejap, saat naik kuda pun saya belum lihat. Lho, tapi kok tahu dadanya gedean? Oke. Skip!

6.        Ahok menang di Petamburan
Tersiar kabar bahwa Ahok menang di TPS tempat di mana Agus nyoblos...hmmm mungkin ini biasa. Tapi apa jadinya jika Ahok menang telak di Petamburan, yang notabene markas besar FPI? Saya pastikan jika Ahok sendiri kaget dengan kemenangan tersebut. Walaupun tak sekaget anggota FPI yang tak terima dengan hasil itu dan minta dilakukan pemungutan suara ulang. Bukannya berbalik keadaan, suara Ahok justru makin bertambah setelah dipungut ulang.

Saya curiga, aksi 411, 212, 112, yang digalang FPI merupakan kontra strategi dari FPI sendiri untuk memenangkan Ahok di wiliyahnya dan mengelabui Anis yang rela men-down grade otaknya saat berpidato dihadapan Habib Rizieq dan kolega. Sekali lagi, Allah, Tuhan YME menunjukkan kekuasaannya. Takbiiir

7.       Gagal Sensor Film Jakarta Undercover
Dalam sebuah cuitannya, Fajar Nugros, sutradara film Jakarta Undercover mengungkapkan kekecewaan mendalam karena film yang diadaptasi dari buku berjudul sama karya Moamar Emka ini gagal tayang. Sungguh disayangkan karena saya sudah melihat thrillernya di bioskop beberapa hari yang lalu.

Memang tidak bisa dipungkiri jika film ini “berani” menampilkan beberapa adegan panas baik pria-wanita atau pria-pria, juga beberapa scene yang menggambarkan kehidupan urban Jakarta. Tapi kembali lagi, tidak mungkin pula jika film ini tetap dipaksakan tayang dengan catatan beberapa adegan dihilangkan karena secara otomatis akan kehilangan makna dari kata “undercover” itu sendiri.

8.       Kaos LOL Siti Aisyah
Kabar duka datang dari mancanegara kala Kim Jong Nam, kakak beda ibu dari Kim Jong Un, pemimpin Korea Utara mati di tangan perempuan  yang katanya Indonesia. Ada banyak versi yang mengemuka di balik pembunuhan tersebut, mulai dari racun, identitas Siti yang berbeda, dan perannya sebagai agen rahasia Korea Utara.
sumber: kumparan.com
Ketika semua versi di atas masih simpang siur kebenarannya, kaos putih ”LOL” yang dikenakan Siti lah yang menjadi satu-satunya kebenaran mutlak. Jika benar ia agen rahasia Korea Utara, dari mana ia membeli kaos bertuliskan LOL tersebut? Saya berani bertaruh tak ada satu pun tukang sablon di Korea Utara yang mempunyai selera humor tinggi dan mengerti arti LOL. 

9.       Nafsu atau tidak nafsu dalam Wudhu’
Jujur. Seumur hidup saya tidak pernah mendengar pendapat seperti ini “Perempuan dan laki-laki tidak masalah jika bersentuhan setelah berwudhu’ asal tidak diiringi nafsu.” dengan mantap seorang teman berkata seperti itu setelah menyentuh saya yang sudah berwudhu’.Saya agak bingung dengan pendapat ini, dan membuat saya balik bertanya “oke. Kalo gue meluk lo gapapa kan ya? Kan nggak pake nafsu?”

Saya tidak mau berpolemik panjang dengan hal-hal demikian, Terlebih sekarang kita tengah menjalani fase di mana kafir-mengkafirkan orang terasa nikmat rasanya dan bisa menebalkan keimanan kita secara otomatis. Biarlah ajaran saya bagi saya, ajaran dia bagi dia. Segera saya kembali mengulang Wudhu untuk shalat dan teman yang tadi juga ikut shalat tanpa kembali berwudhu.

10.   Red Hot Chilli Papper ke Bekasi
Berbanggalah kalian warga Bekasi dan sekenanya yang telah memilih Ahmad Dhani sebagai pemimpin baru kalian. Pasca kemenangan Ahmad Dhani dan pasangannya – yang entah siapa namanya – pentolan Republik Cinta Management tersebut langsung mengimingi warganya dengan janji yang menggetarkan jiwa.

Ia tak perlu gontok-gontokan menawarkan DP rumah 0% pada warga Bekasi. Buat Dhani, Red Hot Chilli Papper harga mati! Bukan di Jakarta, tapi bekasi. Dengan kapasitas dia sebagai musisi handal yang kenyang asam garam, tentu ini bukan menjadi soal buat bapak 5 anak ini (bener 5 kan ya anaknya?) Mas Dhani tentu banyak jaringan di luar negeri sehingga dengan mantap menjanjikan kehadiran RHCP di Indonesia Bekasi.
Sekian!!!


Sering saya menulis tentang Liverpool, baik sisi buruknya ataupun baiknya. Saya juga pernah berujar bahwa saya tak akan bosan menulis serba-serbi Liverpool, selayaknya Liverpool yang tak juga bosan menderita kekalahan di awal 2017 ini..

Anomali sepak bola memang tidak ada yang bisa menebak. Seperti AC Milan yang senasib sepenanggungan dengan Liverpool di Serie A, Inter Milan yang tiba-tiba merangsek ke empat besar setelah terperosok di posisi 15 pada oktober lalu, atau langsung cun-in nya Manolo Gabiadini, Mbaye Niang, dan Andrea Ranocchia di Inggris. Padahal mereka hanya pemain tak terpakai di Serie A.

Sebagai liga yang sukar ditebak, Premiere League benar-benar memainkan perannya sebagai raja php sejagad. Mengembalikan Leicester City pada khittahnya sebagai tim semenjana (setelah musim lalu menjadi juara) kini php EPL kembali memakan korban, yang sayangnya yaitu club favorit saya, Liverpool.

Menutup tahun 2016 dengan mantap setelah menjungkalkan Manchester City saat malam pergantian tahun, club kota pelabuhan kembali harus menerima takdirnya yang susah menang melawan tim kecil. Terakhir, The Reds takluk 2-0 melawan Hull City setelah sebelumnya dikandaskan Swansea City di Anfield. Menutup tahun di posisi kedua, kini Liverpool turun dua tangga ke posisi empat dan sepertinya hanya tinggal menunggu waktu posisi mereka digeser oleh duo Manchester yang terus meraih kemenangan.

Tentu ada beberapa hal yang menjadi penyebab anjloknya performa Liverpool di awal tahun ini. Awalnya kita sependapat, bahwa menepinya Philipe Coutinho akibat cedera panjang menjadi penyebab tunggal. Liverpool menjadi kehilangan pakem serangan yang biasa dikreasikan oleh Mane-Firmino-Coutinho. Ini pula yang “mengharuskan” Jurgen Klopp untuk bongkar muat lini serangnya dengan memainkan Divock Origi dan Sturridge secara bergantian. Yang sialnya, mereka pun tak juga menjadi solusi.

Menepinya Coutinho berpengaruh massif pada struktur permainan Liverpool. Firmino yang biasa ditempatkan sebagai false-nine harus rela berganti posisi dengan Adam Lallana di kanan atau kiri pertahanan lawan. Ketidaknyamanan Robby (sapaan akrab Firmino) tampak jelas ketika beberapa kali serangan yang ia bangun dengan mudah dipatahkan lawan, juga jumlah golnya yang makin seret sejak posisinya diganti.

Belum habis masalah lini serang, The Anfield Gank kembali dirundung masalah baru kala bek andalan, Joel Matip juga cedera. Hal ini diperparah dengan sikap sang pemain yang menolak membela Kamerun di piala Afrika dan membuatnya harus menerima hukuman FIFA. Ketidakhadiran Matip pula yang meninggalkan sedikit lubang di pertahanan "si merah" yang kembali mudah dibobol lewat situasi set piece atau umpan silang.
sumber: goal.com
Kesialan Liverpool semakin jadi saat Sadio Mane menjalankan tugas Negara di Gabon. Keberhasilan Senegal menembus semifinal semakin menambah luka Liverpool yang harus menunggu lebih lama. Pasca ditinggal Mane, The Reds semakin miskin kreativitas. Ini bisa dilihat kala mereka tidak pernah membobol jala lawan di atas dua gol. Lebih parah lagi, dengan keadaan seperti ini manajemen Liverpool enggan mendatangkan satu pun pemain baru saat jendela transfer Januari dibuka. Tentu ini menandakan krisis yang makin kronis di tubuh tim dan membuat manajemen semakin pragmatis saat laju Senegal terhenti di piala Afrika. Mane tidak diberi kesempatan istirahat satu hari pun ketika keesokan harinya ia dijemput menggunakan jet dan langsung mengikuti latihan penuh di Melwood.

Mane sudah kembali, Coutinho mulai bermain, Matip juga kembali dari pengasingan, dan Firmino secara otomatis kembali ke pos awalnya. Tapi Liverpool masih juga kalah. Ada beberapa catatan menarik dari beberapa pertandingan liverpool ke belakang. Yang paling terasa kita lihat adalah tidak adanya rencana B dalam formasi Klopp yang selalu deadlock di sepertiga area lawan dan sering kebingungan dalam mengganti pemain.

Klopp begitu keras kepala dengan apa yang ia anggap benar, yang sayangnya hasilnya tidak maksimal. Ketika Conte gagal dengan formasi diamond 4-3-2-1 di Chelsea, ia berani keluar dari zona nayaman dan kembali ke formasi andalan, 3-4-3 yang masih tabu di Inggris. Hasilnya? Chelsea semakin tak terbendung musim ini. Atau bagaimana Pocchetino yang menyontek formasi Conte dan mengaplikasikan itu dengan gayanya sendiri kala Spurs memberi Chelsea kekalahan pertama setelah 11 pertandingan menang beruntun.

Sementara Jurgen Klopp? Ia tak memiliki keberanian lebih seperti kompetitor yang lain dan terus memaksakan kehendak. Ini pula yang membuat permainan Liverpool mulai gampang ditebak lawan, dan yang terjadi kemudian adalah pemain Liverpool hanya bisa membolak-balikkan bola tanpa tujuan yang jelas karena lini pertahanan lawan sudah dipenuhi pemain yang siap mempertahankan gawangnya.

Seorang sahabat, sebut saja namanya Dedik Priyatno (yang juga seorang wota kawakan) bahkan sempat berseloroh saat merumuskan cara mengalahkan Liverpool “numpukin pemain di belakang, umpan lambung, serangan balik, gitu aja terus sampe kiamat.” Sebuah penerawangan dari seorang editor handal yang memang benar adanya. Dari semua hasil minor yang diraih Merseyside merah, penguasaan bola Liverpool nyatanya berada di atas rata-rata tim lawan, sialnya ini hanya menjadi remah rempeyek yang tak ada harganya kala gol yang diciptakan kalah banyak dari lawan.

Miskin kreativitas, jauhnya kualitas pemain inti dan cadangan semakin membuat Liverpool keteteran menjalani liga yang semakin ketat. Perlahan mereka tersingkir di ajang “penggembira” seperti piala liga dan piala FA. takluk di Anfield saat semifinal piala liga melawan Southampton dan dibenamkan Wolverhampton Wanderes di tempat yang sama. Satu persamaan lawan kala menghadapi Liverpool adalah menumpuknya pemain di ruangnya sendiri sehingga membuat serdadu Klopp kesulitan menembus gawang. Hal ini diperparah dengan kualitas bek "si merah" yang sering keteteran saat harus menerima serangan balik, yang memang dengan skema inilah Liverpool sering kebobolan.

meski begitu, perbaikan performa anak asuh Jurgen Klopp kembali terlihat kala mereka berhasil membenamkan Tottenham Hotspurs akhir minggu lalu. berhasil unggul cepat 2 gol di awal babak pertama menjadi bukti kembalinya daya magis skuat Liverpool yang belum pernah kalah melawan tim yang berada di 6 besar liga. Tapi sekali lagi, Tottenham bukanlah club yang bermain dengan negatif sepak bola. dan satu catatan penting adalah dua gol yang dicetak Sadio Mane berawal dari kesalahan pemain Spurs sendiri. ada baiknya Klopp dan pemain pantang jumawa dengan kemenangan tersebut mengingat minggu nanti The Reds akan bertamu ke King Power Stadium kandang Leicester City, club penyakitan lain yang siap menggebrak Liverpool lewat serangan balik cepat.

Nihilnya peran Liverpool di bursa transfer tengah musim semakin melukai fans yang kian geram melihat kondisi clubnya tanpa ada perbaikan dari segi pemain. Fans kembali diuji kesabarannya untuk ke entah berapa kali melihat kondisi club kesayangan yang tidak pernah ada niatan untuk mencegah suatu keburukan yang akan tejadi kemudian. 

Kita yang selama ini terpesona dengan semangat Klopp yang selalu menggebu-gebu semakin mencapai ambang batas kesabaran untuk – setidaknya – mengkritisi kinerja pelatih asal Jerman tersebut. Tidak ada alasan bagi kita untuk selalu memuja Klopp terlebih dengan capaian buruk Liverpool sepanjang tahun ini. Seperti halnya Klopp yang selalu menuntut dukungan tiada henti dari Kopites di stadion, kita juga wajib menuntut sang pelatih untuk lebih pintar dan bijak kala menentukan formasi dan sistem permainan agar tidak hanya menang dalam penguasaan bola saja.

Tuntutan Jurgen Klopp agar atmosfir Anfield selalu riuh sekali lagi mengingatkan kita pada pendahulunya, Brendan Rodgers yang juga selalu menuntut pemainnya untuk lebih berkarakter. Tuntutan-tuntutan yang baik tujuannya tapi gagal dalam pencapaian karena mereka yang menuntut juga tidak melakukan perubahan apa-apa.  
sumber: onsizzle.com
Satu hal yang harus disadari betul oleh Liverpool adalah 18 trofi liga Inggris mereka sudah setara dengan gelar Grand Slam ke 18 Roger Federer yang baru diraih januari lalu. Tentu tidak ada yang lebih memalukan ketika sebuah fakta baru terungkap jika trofi ke 18 The Reds diraih saat petenis asal Swiss itu masih berusia 7 tahun. Dan, kemungkinan lain yang lebih buruk adalah 18 gelar liga Liverpool bisa saja disamai, bahkan tidak menutup kemungkinan akan disalip oleh gelar sidang Ahok.








Medio 2004 hingga 2014 kita dipimpin oleh seorang militer untuk pertama kali pasca reformasi. Membawa semangat baru bagi rakyat juga kaum muda bertalenta di partainya. Sebagai partai baru yang tak memiliki massa dan sudah pasti kalah dengan partai lama yang silih berganti menguasai negara, tentu terpilihnya ia menjadi presiden menjadi cerita lain yang pada akhirnya memimpin negara 10 tahun lamanya.

Susilo Bambang Yudhoyono, atau kondang disapa SBY kembali mencuri perhatian. Sempat hilang untuk beberapa saat pasca bergantinya pucuk kepemimpinan, ia kembali ke panggung hiburan politik. Tentu agak memaksakan jika kemunculannya kembali dianggap sebagai manuver politik untuk merongrong penguasa. Sebagai melankolic sejati, ia rela turun bukit sebagai seorang ayah. Bukan jenderal, apalagi mantan presiden.

Ke-peka-an seorang ayah pula yang membawa Agus, yang kemudian beken dengan gelar AHY ikut pertarungan alot demi kursi gubernur DKI. Betapa cintanya SBY pada Agus, yang belum tiba saatnya sudah dibebankan menjadi DKI 1.  Ia tahu betul apa yang terbaik buat kemajuan anaknya, juga ibukota Negara. Karena jika tidak, sudah pasti SBY akan memilih Ibas yang…………………….silakan kalian isi sendiri

Mari kita lupakan soal Agus, terlebih lagi tentang Ibas. Saya tidak ingin membahas keluarga Cikeas (kuningan) ini, saya hanya ingin konsentrasi pada SBY yang fenomenal. Fenomenal karena mampu memimpin negara 2 periode lamanya. Meski masih banyak yang mencibir SBY hingga kini, saya rasa ia tetap harus kita maafkan. Jika bukan kita, siapa lagi. Jika bukan sekarang, kapan lagi.

Tentu bukan masa bakti 10 tahun yang penuh intrik dan kejanggalan yang harus kita maafkan, melainkan cuitan SBY belakangan ini yang wajib kita maafkan dengan hati riang penuh sukacita. Selayaknya sepak bola, (dalam hal ini) Twitter juga telah memanusiakan manusia dari hal paling dasar.
sumber: bandung.bisnis.com
Aktifnya SBY di Twitter memang sudah lama dilakukan. Satu jam pertama ia muncul di Twitter saja, sejutaan orang sudah tersusun rapi di beranda follower SBY baik yang ingin berinteraksi langsung atau hanya demi nafsu menghujatnya tersalurkan. Maklum saja, ketika itu blio sedang menjabat kepala Negara.

Lambat laun, seiring habisnya masa jabatan SBY sebagai presiden dan maraknya berita-berita Pilkada di lini masa yang menimbulkan berjuta tafsir juga gelak tawa yang – katanya – mengancam kerukunan Indonesia. Melihat gelagat tidak baik ini, SBY dengan cekatan meredam amarah kita sebagai warga Jakarta dengan memohon pada Allah, Tuhan YME agar bangsa ini jauh dari kata hoax dan adu domba. Kita yang sebelumnya sering naik pitam kala membuka lini masa berubah sumringah dengan curahan SBY yang sangat humanis.

Demi kerukunan bangsa pula SBY merasa perlu dan wajib pindah rumah. Cikeas tampaknya sudah terlalu sempit baginya, juga bagi bu Ani yang sepertinya menganggap Cikeas sudah tidak ootd-able untuk memenuhi kewajibannya sebagai selebgram hingga harus pindah ke pusat Jakarta.

Kuningan menjadi destinasi baru SBY sekeluarga. Sebuah tempat di mana hampir sepertiga warga Jabodetabek mengadu nasib dan peruntungan, tak peduli seberapa macet ruas jalan, seberapa keras mereka berusaha. Perjuangan ini pula yang tampaknya menjadi pertimbangan SBY untuk sekali lagi bertarung di kerasnya ibukota demi putra mahkota duduk di balai kota.

Tak lama setelah ia pindah, sang Bapak kembali murka. Dengan cara yang melankolic tentu saja. Tak tahan dengan amuk oknum segelintir orang yang memenuhi kediaman barunya, SBY mengadu sebagai warga biasa. Mempertanyakan hak-hak hidupnya sebagai anak bangsa pada Presiden dan Kapolri di…Twitter dan…..no mention. Entah saya yang kelewat sentimen atau sebaliknya, yang pasti apa yang dilakukan presiden ke 6 ini benar-benar mencerimnkan suatu fakta, bahwa dihadapan Twitter, kedudukan manusia sama.
sumber: twitter.com 
Lewat cuitan berantainya tiga minggu belakangan, sudah semestinya kita menempatkan diri di posisi SBY yang hanya orang biasa yang memiliki rasa takut akan keselamatannya. Seperti yang kita tahu sebelumnya, selama menjadi presiden saja, ia selalu dirundung ketakutan akan menjadi target terorisme yang membuat foto dirinya penuh lubang dan takut pada urusan dapur yang tidak bisa ngebul kala menyadari gajinya yang tak kunjung naik.

Maka dari itu mari kita memaafkan SBY sebagai sesama rakyat jelata yang hanya bisa nyinyir pada penguasa di media sosial. Dengan sisa-sisa kekuatan politik yang ia punya, SBY lebih memilih jalan kekinian dalam mempertanyakan ketidaknyamanan. Meninggalkan atribut partai kala menanggapi beberapa kabar tak sedap yang menyasar dirinya dan keluarga. Lewat kebesaran hatinya pula kita tidak perlu menunggu serial hadirnya Panitia Khusus (pansus) yang kerap dibentuk SBY saat masih menjadi presiden.

Belakangan ini, orang Indonesia telah hancur martabatnya di media sosial hanya karena beda pilihan. SBY, dengan segala keringkihan hatinya mengembalikan kita ke masa di mana media sosial hanya untuk bersenang-senang dan baper-baperan. Lewat cuitannya, kita kembali bisa tersenyum setelah sebelumnya dinaungi amarah. Lewat cuitannya, kita bisa tertawa lepas dan menghibur diri setelah sebelumnya nyaman untuk membenci dan menyakiti.

Untuk itu, sudah selayaknya kita memahami dan memaafkan cuitan SBY dan biarkan ia hidup tenang di Kuningan sebelum nanti kembali ke Cikeas pasca pilkada di Jakarta.







Dengan umur yang bisa dibilang lumayan, agak ironis jika saya menulis tentang cinta apalagi cinta kita berdua yang rasa-rasanya lebih cocok ditulis oleh mereka yang masih belia atau wanita segala usia. Tapi, berhubung ini bukan tentang saya, jadi tak apalah saya menulis dan mengulik sedikit tentang cinta seorang teman yang kerap membuat saya geleng kepala sambil tertawa di atas kegalauannya. Heuheuheu

Entah bagaimana nasib saya ke depan jika dia tahu tulisan ini saya dedikasikan pada kegalauan nya. Ya haqqul yaqin saja jika kemarahannya tidak sampai block whatsapp atau sejenisnya. Untuk itu, demi keselamatan saya dan handai taulan semua, namanya akan disamarkan sedemikian rupa agar ia tidak sadar.

Cinta segitiga ala reality show Katakan Putus Trans TV sedang terjadi di sekitar saya, kantor saya, tapi bukan sesama karyawan, pastinya. Ini bermula dari salah satu karyawan yang sempat dipinjam ke cabang lain karena sedang kekurangan orang.

Dari hari pertama hingga hari terakhir ia ditempatkan di cabang yang berbeda, hampir semua isi percakapannya dengan saya “tidak betah” dan ingin segera kembali ke cabang semula. Wajar memang, dia masih baru, belum ada pengalaman, masih muda pula, dan cantik, tentu saja.

Sebut saja Mawar, namanya. Bukan, ini bukan Mawar si penjual bakso tikus, Ini Mawar.... Ya Mawar lah pokonya. Sebagai anak baru (kebetulan juga baru lulus kuliah) di tempat saya bekerja, ia membawa cerita-cerita khas anak muda seusianya, yang sudah pasti tidak jauh-jauh dari urusan asmara. Mawar mempunyai pacar yang ia cinta (katanya). Berpangkat jenderal di kesatuannya, eh salah, kopral maksudnya, eh salah lagi, Briptu kali ya. Ah entahlah pangkatnya apa, yang pasti mereka sudah menjalin hubungan lumayan lama. Saya lupa tepatnya. Yang jelas tidak selama Pak Anis menenun senja di Jakarta.

Satu hal yang langsung terbesit di benak saya ketika mengetahui pacarnya seorang anggota kepolisian adalah....“hhmmmm...polisi,” gumam saya. Bayangan saya pada polisi yang buncit, kumis tebal, dan perawakan yang tak enak dipandang buyar seketika saat mengetahui mereka ternyata seumuran. Seperti lumrahnya pasangan muda lainnya, ke-labil-an keduanya tak bisa dihindarkan. Anehnya, kenapa harus si Mas Polisi yang sudah ditempa sedemikan rupa baik jasmani dan rohaninya yang bersikap lebay dalam hubungan keluarga cemara mereka.

Saya dan Mawar belum lama kenal – ya karena kita baru sekantor – tapi Mawar sudah 2 kali putus, dengan pacar yang sama. Sebuah rekor yang mungkin wajar buat orang seusia mereka, tapi tidak wajar bagi saya. Kadang saya bertanya, jika dari dulu begini, sudah berapa kali kalian putus nyambung? Sayang, pertanyaan ini tak terjawab dengan pasti. 

Ia mengakui kelabilan mereka berdua, terlebih ketika Mas Polisi mendapati percakapan Mawar dengan seseorang di sosial media. Ia tak segan menghardik Mawar dengan emosi yang membuncah, juga sumpah serapah yang mengalir keluar dari mulutnya. Begitupula Mawar yang ikut terbawa amarah, ditambah dengan sikap bodoamat-able nya, ia tentu tak ambil pusing dan terkesan menantang balik sang kekasih. Maka tak heran, saat ia atau mas polisi berkata “udahan” tak ada raut kesedihan di benak Mawar meski spertinya ia tetap mengharap kembali, pun sebaliknya.

Lagi-lagi, atas pengaruh usia pula, mereka hanya bisa saling berharap siapa yang sudi minta maaf duluan. Atau minimal, siapa yang berani menghubungi duluan. Walau pada awalnya block akun atau delcont kontak bbm tak terelakkan. Yha, anak muda, begitulah adanya.

Hal lain yang membuat saya tercengang adalah mereka saling tahu kata sandi akun media sosial masing-masing. Tidak heran, jika mas polisi pernah memblock/unfriend teman di sosmed Dik Mawar ( tanpa sepengetahuan Mawar) yang ditengarai menjadi sebab putus-sambungnya hubungan mereka. Ya Allah, Tuhan YME. Cinta anak muda kok ya sampe kek gini, sih? Apa saya nya yang ketuaan? Hih!

Mengetahui hubungan mereka yang naik turun ditambah gengsi yang sama besarnya, saya pun mulai menebak-nebak kapan Dik Mawar dan Mas Polisi kembali jadian. Dengan canda saya bertaruh kalau mereka balikan lagi di minggu kedua pasca “udahan”. Jika sebelumnya rentan waktu mereka kembali bersatu adalah seminggu. Sayang, pada kesempatan kali ini, tampaknya belum ada tanda-tanda ke arah sana.

Puncak dari hegemoni hubungan mereka terjadi jumat lalu. Dan tentu ini bukan hanya melibatkan mereka berdua, melainkan juga seorang yang dulu pernah ada di hati Mawar cukup lama. Orang ini pula yang menjadi penyebab kandasnya hubungan Dik Mawar dan Mas Polisi untuk ke……entah berapa kalinya.

Cerita baru (rasa lama) ini dimulai ketika Mawar ditugaskan di cabang lain, yang sialnya cabang tersebut berjarak cukup dekat dari kampus sang mantan terindah. Singkat cerita, Bang mantan yang kadung tahu posisi Dik Mawar lewat sosyel media langsung berinisiatif menjemputnya. Di lain sisi, Mas Polisi yang tak pernah peka akan hal remeh-temeh seperti itu justru marah-marah tak karuan di ujung telepon, menuduh ini itu tanpa mendengar penjelasan Mawar lebih dulu. 

Dengan tabiat bodoamat-able nya, tanpa pikir tensi darah Mas Polisi yang mendadak di atas normal, Mawar menerima ajakan pulang sang mantan yang tampaknya masih berharap lebih padanya. Meski kedatangannya tak dinanti-nanti amat oleh Mawar, Bang Mantan dengan hati mantap menunggu di ujung jalan. Sudah terlanjur tiba, Mawar yang merasa tak meminta akhirnya pulang bersama.

Menyusuri jalanan ibukota di senjakala macet Jakarta, tak elok rasanya jika dalam penat kemacetan tidak diiringi cerita-cerita, baik sekedar basa-basi atau mengenang kembali kebersamaan masa lalu. Sampai pada akhirnya Mawar berkeluh kesah tentang hubungannya dengan Mas Polisi yang cemburuan dan membatasi segala gerak-geriknya. Sadar akan kehadirannya yang membuat hubungan Dik Mawar dan Mas Polisi berakhir lagi, Bang Mantan pun menjadi besar kepala dan mulai memupuk kembali cintanya yang dulu pernah ada.

Kisah cinta nan epic ini berlanjut. Kala Mawar sudah kembali ke kantor asalnya. Bang Mantan seolah tak ingin kehilangan momen sedikitpun, ia pun ingin sekali lagi menjadi pahlawan bertopeng yang datang menjemput. Mawar yang dari awal menolak dia datang kehilangan kata-kata saat sang mantan sudah tiba di area perkantoran. Bagai Jelangkung, datang tak diundang.
sumber: cerita-lengkap.com
Selayaknya Reality Show yang saya sebutkan di atas, hal di luar dugaan pun terjadi. Tanpa Dik Mawar sangka, bahkan saya pun tidak menyangka. Ibu nya datang untuk menjemput Mawar yang seketika disambut gembira. Namun, kegembiraan Mawar berubah pasi saat menyadari ada orang lain bersama sang Ibu. Ya, Ibu datang didampingi oleh – tidak lain tidak bukan – Mas Polisi yang gagah berdiri dengan raut muka datar. Seakan menandakan jantungnya sedang berpacu kencang kala bertemu kembali dengan Mawar setelah seminggu lebih tak berkabar. 

Sebuah tindakan yang bisa dibilang mantap jiwa dari Mas Polisi yang tanpa basa-basi memboyong serta Ibu Dik Mawar. Malang tak dapat ditolak, benar-benar seperti Jelangkung, Bang Mantan pulang tak diantar. Ia pulang tanpa sepatah kata pun terucap dari mulut Mawar. Kedudukannya yang sudah di atas angin pun terjun bebas ke dasar jurang kala Mas Polisi berhasil membujuk Mawar untuk pulang bersama (tentu karena ada Ibu Mawar bersamanya).

Seperti ingin memulihkan kekecewaan Bang Mantan, keduanya pun akhirnya kembali bertemu minggu kemarin. Bang Mantan tampaknya benar-benar tak mau kalah dengan Mas Polisi. Pasca Bang Mantan menjadi Jelangkung pada jumat yang tidak barokah itu, ia menelepon Ibu Dik Mawar agar diizinkan mengantar Mawar pulang. Sebuah kontra strategi ciamik yang menohok kalbu. Dengan sigap ia meyamakan keadaan.

Saya tidak habis pikir dengan kisah penuh liku dan sedikit guyon ini. Apalagi Mawar (bukan nama asli) seakan tidak menutup kemungkinan untuk kembali dengan keduanya. Hampir setiap hari saya mendengarkan curhatnya, hampir setiap hari pula saya selalu menertawainya sambil menggelengkan kepala. Tapi ya, mungkin ini memang cinta yang memang sukar ditebak dan yang hanya merasakannya lah yang paham dan mengerti apa yang ia rasa.

Seperti saya yang tetap cinta padanya meski sudah 27 tahun tidak menjuarai liga dan menjadi olok-olok warga sejagad maya.



*hingga tulisan ini diterbitkan, Dik Mawar masih melanjutkan cerita-cerita yang membuat saya hanya bisa menganga. Sayang, saya sudah malas melanjutkan dan takut ketahuan. Maka, lain kali saja, ya…. Bhay*