Tampilkan postingan dengan label Hiburan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hiburan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Desember 2017

Hujan selalu menemukan ceritanya sendiri di kehidupan manusia. Dengan segala jenis latar belakang ia hadir memenuhi ruang hidup kita. Hujan tidak hanya tentang mereka yang kehujanan, kebanjiran, atau mereka yang hanya menari-nari di film India. Ia sudah menjadi saksi bagaimana kita mengenal, berjalan, bertahan, hingga mengukir kisah-kisah yang tak terbayangkan sebelumnya.

Tak perlu berapa kali hujan yang buat kita semakin dekat, saling menghangatkan dalam kedinginan yang cukup menusuk tulang. Bahkan disaat berada di tempat berbeda pun kita selalu merasa ada di ruang yang sama.

Hujan pertama datang tepat disaat kita memutuskan mengukir kisah berdua. Kita tertahan cukup lama hingga larut di tepian jalan, menikmati basah hingga ke tulang. Tapi itu lah indahnya, ketika kita bisa menangkap hangat genggaman pertama. Hingga pada dalam perjalanannya ia selalu mengiringi kita kemana pun tujuannya.

Kita bermula dengan cara yang menurut orang-orang tidak biasa. Bahkan terlalu berani, kata mereka. Namun, inilah kita. Membuat awal yang tak biasa berjalan luar biasa. Hingga sekarang, kita, atau aku setidaknya, masih tak menyangka bisa berujung hingga sedemikian rupa.

Kita membuat jarak yang terbentang sama sekali tak terasa. Menikmati bersama hingga akhirnya berada pada titik yang sebelumnya tak pernah aku lakukan sebelumnya. Dia adalah wanita pertama yang ku kenalkan pada keluarga hingga akhirnya mereka saling tatap muka. Ini adalah sebuah keberanian yang luar biasa, kata mereka. Ya, tidak satu wanita pun yang ku kenalkan langsung pada keluarga sebelumnya. Cuma dia.

Bahkan ada satu obrolan yang sangat jauh kita bicarakan. Di hadapan mereka aku berujar dan hingga saat ini ku pegang. Kita berproses kian jauh saat dia terhubung langsung dengan wanita yang turut melahirkanku. Wanita pertama yang ku cintai di dunia. Satu hal yang tak  dapat disangka sebelumnya. Apalagi, ibu sendiri yang minta dikenalkan.

Tentu awalnya saya takut karena saya kenal bagaimana responnya pada orang lain. Tapi niatnya yang memang ingin mengenal satu-satunya wanita yang bukan dari rahimnya dalam keluarga membuat saya luluh dan membiarkan mereka bercengkrama. Mereka akhirnya saling bercerita. Bahkan ibu lebih sering menghubunginya daripada berbicara dengan saya.

Dia yang saat pertama bertemu dengan keluarga saya sangat kikuk, tampak cukup leluasa berbicara dengan ibu. Ya mungkin karena hanya lewat gawainya. Entah bagaimana rupanya jika bertatap muka.

Kita terus berjalan dengan entah berapa kali hujan dan berapa waktu dihabiskan di tepi jalan. Tapi sebab itu lah cerita kita berbeda sedari awal. Kebersamaan yang kita jaga di sela waktu dalam bekerja menjadi kenikmatan tersendiri. Kita berjalan sebagaimana mestinya, sebagaimana yang kita inginkan. Hingga akhirnya beberapa perbedaan turut serta dalam cerita. Aku pindah kerja, yang otomatis membuat waktu Bersama berantakan, sekalipun jarak semakin dekat. Dengan apa yang selama ini telah kami lewati, semua akhir kembali pada waktu. Waktu akan perubahan, atau juga pada kekurangan satu sama lain.

Pada akhirnya kita dengan terpaksa menjadi siapa. Hujan yang membuat semua cerita turut mengambilkannya. Membuat tidak ada lagi rindu yang tercipta pada dirinya, tak ada pula tatapan hangat darinya. Mata kami tak lagi bertemu di sore itu, sekalipun aku tak pernah mengalihkan mata dari wajahnya. Tapi, tentu genggaman terakhir masih terasa sama seperti yang pertama. Tapi mungkin itu hanya bagiku, entah baginya.

Manusia memang tidak ada yang sama. Semua tercipta berbeda, hanya tinggal bagaimana kita yang menyatukannya. Banyak yang bersatu karena perbedaan, tapi memang tidak sedikit pula yang terpisah dan saling serang karenanya. Dan kita? Salah satu diantara kita memilih kalah atas perbedaan tersebut.


Selain mati yang tak punya jawabannya di dunia. Keputusan siapa, apa, atau apa pun itu namanya juga tak keluar dari bibirnya . Banyak pertanyaan yang terlontar, tapi sebanyak itu pula mulutnya bungkam. Biarlah. Biar dia yang tahu apa sebenarnya, karena mungkin jawaban sesungguhnya akan sakit untuk diterima. Sedangkan saya? Saya cukup berfantasi dengan praduga yang hilir mudik di kepala.

gambar: pinterest.com

Minggu, 10 Desember 2017


Di Italia, AC Milan adalah klub raksasa. Bersama Juventus dan Inter Milan, mereka bergantian menguasai Serie A. Namun, apa yang ditunjukkan beberapa tahun ke belakang tentu tidak mencerminkan Milan yang sebenarnya. Dengan Inter yang juga kehilangan arah, dua sekota ini terlempar dari persaingan, tidak hanya tiga besar, tapi juga pentas Eropa.

Baik Milan dan Inter seakan bernasib sama dengan klub-klub Indonesia yang kolaps secara prestasi ketika dana APBD dicabut untuk kegiatan sepak bola. Ya, keduanya tidak bisa berbuat banyak ketika tim dililit hutang yang berimbas pada kekuatan pemain yang dimiliki.

Salah satu cara yang dianggap ampuh adalah mendatangkan investor baru untuk memulihkan keuangan tim. Dan keduanya lagi-lagi kompak dalam hal ini. Inter mendahului sang tetangga ketika mendapuk Suning Grup sebagai pemilik klub. Sedangkan I Rossoneri baru beberapa bulan ini dikendalikan oleh Yonghong Li, yang katanya pengusaha tajir Tiongkok.

Namun, di sinilah perbedaan mereka. Milan langsung menggebrak dengan limpahan 12 pemain baru, hanya di musim ini saja. Sedangkan Suning masih dipusingkan dengan keseimbangan neraca keuangan klub sehingga harus berpikir sekian kali untuk menghamburkan uang 200 juta Euro. Bahkan jika digabung dengan dana transfer musim lalu, Suning belum melampaui uang yang dikeluarkan kompatriotnya itu di Milanello musim ini.

I Rossoneri sejatinya sudah berada pada trek yang benar musim lalu. Bersama Vincenzo Montella, mereka kembali menapaki kompetisi Eropa, meskipun hanya sekelas Liga Europa. Setidaknya, prestasi ini lebih baik dari Inter yang lagi-lagi tak tersentuh kompetisi regional.

Dengan pemain yang masih apa adanya, Montella berhasil membuat Milan bermain konsisten sepanjang musim. Bahkan ia suskses menaklukkan Juventus musim lalu. Tapi entah kenapa tuah tersebut tidak berbekas musim ini. Padahal, legenda AS Roma tersebut punya modal lebih bagus nan mumpuni.

Sedangkan Inter, dengan jumlah pemain yang didatangkan musim ini yang hanya setengahnya dari Milan, mereka mampu bertengger di puncak klasemen. Bahkan, sepanjang musim 2017-2018, Skuat Luciano Spalletti belum tersentuh kekalahan. 

gambar dibikinin @andhikamppp
Performa Suso dkk justru limbung musim 2017-2018. Euforia tifosi pun hanya sebatas laga pertama di kualifikasi Liga Europa ketika membenamkan klub asal Makedonia, Shkendija, 6-0, dan tim-tim semenjana lainnya. Itu pun di awal musim. Setelahnya, Milan secara bergantian dilumat oleh klub  Serie A, seperti Lazio, AS Roma, Sampdoria, Inter, dan Napoli.

Rentetan kekalahan dan hasil imbang membuat posisi Montella di ujung tanduk. Hingga akhirnya skor 0- 0 kontra Torino membuat ia harus melepas jabatannya dua hari setelah pertandingan. Menariknya, keputusan itu hanya berselang sehari setelah Massimiliano Mirabelli mengatakan Milan sudah berada di jalur yang tepat bersama eks pelatih Fiorentina tersebut.

Tifosi kemudian gembira mendengar kabar pemecatan itu. Mereka yang tadinya enggan menyaksikan klub kesayangan bertanding selama Montella masih memegang kendali, mulai berani begadang lagi demi melihat 12 pemain baru berlari di lapangan. Namun, di sinilah klub pujaannya mengulang kesalahan yang sama ketika menunjuk Gennaro Gattuso.

Ketika memberhentikan Massimiliano Allegri beberapa musim lalu, Adriano Galliani mengumpulkan legenda klub yang sudah pensiun untuk memulai legacy baru di San Siro. Mulai dari Clarence Seedorf, Filippo Inzaghi, hingga…Christian Brocchi untuk menjadi juru taktik klub pemilik 7 gelar Liga Champions tersebut.

Hasilnya? Tidak hanya nihil, tapi mubazir. Tiga legenda satu generasi itu hanya berkarier singkat dan kian memperkuat status Milan sebagai klub medioker. Masalah keuangan mungkin alasan yang tepat bagi klub untuk mengontrak para debutan itu. Jangankan pelatih, pemain yang didatangkan pun mayoritas hanya berstatus bebas transfer, alias gratis.

Ingin memutus hal tersebut, Galliani memanggil allenatore yang sedang naik daun bersama Sampdoria ketika itu, Sinisa Mihajlovic. Perlu diketahui, penunjukkan ini menyakitkan hati saya sebagai fans pemain yang pernah mencetak hat-trick lewat tendangan bebas itu. Tapi keberadaan Miha nyatanya tidak membuat klub semakin baik. Ia tercatat hanya sukses memproklamirkan Gianluigi Donnarumma dan Alessio Romagnoli sebagai bintang masa depan Il Diavolo Rosso.

Pria Serbia akhirnya diganti oleh Montella, yang juga pernah melatih Sampdoria. Sempat menanjak dengan pemain seadanya di musim pertama, peraih scudetto bersama Roma ketika masih menjadi pemain ini tak berkutik ketika dihadiahi skuat baru sehingga tim diambil alih oleh Rhino yang sebelumnya menjadi Indra Sjafri-nya Milan di U-19.


Satu hal yang diingat banyak orang ketika mendengar nama Gattuso tentu saja sikapnya yang suka berapi-api di lapangan ketika masih aktif bermain – alih-alih prestasi selama menjadi pelatih. Bagaimana tidak, empat tim antah berantah yang ia latih hanya membuat cv-nya jelek.

Menukangi FC Sion, Palermo, Pisa, dan OFI Crete, pria 39 tahun itu tidak pernah menyelesaikan kontraknya. Kariernya selalu berujung pada pemecatan. Menilik pada catatan tersebut, Milan bukan saja mencoba bunuh diri, tapi juga mencari mati, mengingat peran pelatih sangat vital dalam sebuah tim.


Jika manajemen ingin melestarikan para legenda, kenapa mereka tidak memanggil pulang Inzaghi, yang kini sukses membawa Venezia promosi ke Serie B saja? Atau Massimo Oddo, yang meski belum berprestasi tapi karier manajerialnya lebih mumpuni dari pelatih yang semasa bermain dijuluki Hariono-nya Milan tersebut.

Kiprah Gattuso dengan status barunya ini pun mulai bisa ditebak. Ia gagal menang melawan Benevento di laga debut. Untuk diketahui, Benevento adalah satu-satunya tim di lima liga top Eropa yang belum meraih satu poin pun. Heroiknya, poin pertama mereka raih ketika kiper Alberto Brignoli membobol gawang Donnarumma di menit 95 hingga membuat Gattuso tidak bisa tidur setelahnya.

Tidak puas imbang dengan Benevento, Milan kemudian ditaklukkan Rijeka 0-2 di Liga Europa. Mungkin kekalahan ini masih bisa dimaklumi karena dua hal. Pertama, I Rossoneri sudah memastikan lolos ke babak berikutnya. Kedua, pemain yang diturunkan adalah pemain lapis kedua. Oke, klasik. Tapi ya terima saja, toh ada waktunya kita beralasan demikian.

“Performa tim di lapangan adalah tanggung jawab saya sebagai pelatih. Pelatih akan selalu menjadi orang terdepan yang disalahkan pada performa klubnya dan akan selalu begitu,” kurang lebih seperti itulah kata Montella sesaat dirinya dipecat. Dan memang benar, kegagalan sebuah tim adalah kesalahan mutlak juru taktik. Itu sudah menjadi hukum di sepak bola dan tidak bisa dibantah lagi.

Tapi hal lain yang dilupakan Milanisti adalah keberadaan Marco Fassone di belakang layar. Selain mengulang kesalahan dalam menentukan pelatih, klub yang berdiri pada 1899 lampau ini juga mengulang kesalahan Inter saat mempekerjakan pria yang sekilas mirip Lee Mason tersebut. Iya, wasit yang larinya lebih cepat dari Jesse Lingard itu.

Fassone adalah orang di balik transfer-transfer Inter di pada medio 2012 hingga 2015. Saya tidak perlu menyebutkan siapa saja pemain yang ia datangkan ke Appiano Gentile ketika itu. Kalian cukup lihat I Nerazzuri di tabel klasemen saja. Kini dengan kekuatan uang yang dimiliki Milan, kepekaan Fassone terhadap kebutuhan tim tidak juga membaik.

Leonardo Bonucci kini jadi pesakitan di Milan. Ingat gol pemain Austria Wien di San Siro pertengahan November lalu? Atau bagaimana Andre Silva yang tokcer di Timnas Portugal justru belum mencetak satu gol pun di Serie A. Malah hanya seorang Fabio Borini yang mampu tampil konsisten sepanjang musim ini. Oke, maaf.

Jadi, fans Milan tidak perlu lah senang dengan pemecatan Montella dan bangga pada penunjukkan Gattuso. Trofi Liga Champions dan scudetto saat menjadi pemain bukan jadi jaminan saat jadi pelatih. Diego Maradona yang didapuk sebagai tuhan oleh publik Argentina saat masih bermain saja kembali jadi manusia biasa ketika menangani Albiceleste.

Kalau pun keluguan kalian masih berpegang teguh dengan capaian seperti itu, tidak perlu Gattuso yang turun gunung, cukup Valerio Fiori saja. Selain sama-sama setia bersama I Rossoneri, torehan trofinya juga mentereng di Milan. Dan yang pasti pria yang sudah pensiun sejak 2008 silam ini tidak pernah terpeleset.

Tapi, setidaknya Gattuso sudah menunjukkan kemajuan ketika mengalahkan Bologna 2-1 pada giornata ke-16. Ia membawa timnya menang disaat Inter, Juventus, Napoli, dan AS Roma imbang. Serta tentu saja ketika tribun San Siro lebih sepi dari sebelumnya. 





Rabu, 18 Oktober 2017


Jakarta baru saja melantik pemimpin barunya. Tanda-tanda kemajuan ibu kota kian terasa di depan mata. Ya... Setidaknya untuk saya. Karena dua pribumi itu lah saya nulis lagi di blog ini. 

Tadinya saya seolah dikutuk karena tidak menulis pasca-tulisan buzzer xl beberapa bulan lalu. Tapi sehari setelah gubernur dilantik saya baru sadar ternyata memang saya malas. Bukan pula karena buzzer yang sudah merambah dunia akting ratusan episode.

Sebenarnya saya punya tulisan baru pada pertengahan September lalu. Tapi entah ini persekutuan tuhan atau apa, akhirnya saya baru memutuskan nulisnya sekarang.  

Saya tahu, pak anis dan bang sandi masih kelimpungan, kaget, dan kaku menjalani amanah baru ini. Ada pun saya sebagai warga Jakarta pinggiran pemuja ibu Airin ingin merekomendasikan orang-orang yang cakap untuk membantu kinerja bapak dan abang. Yang pasti, mereka adalah pribumi tulen. 

tribunnews.com

Sebelumnya saya ingin bercerita sedikit. Awal dibentuknya kabinet kerja Presiden Jokowi, beliau sempat dikritik karena mempekerjakan orang-orang yang dekat dengan Megawati (saya tidak perlu jelaskan siapa orang ini). 

Dengan santai presiden menjawab "Ya kalo ada orang yang dekat dan kita kenal baik, kenapa harus pake orang yang nggak kita kenal,"  kira-kira begitu lah intinya. 

Atas dasar itu pula saya memberanikan diri untuk memberi sedikit masukan pada Pak Gub dan Bang Wagub baru. Sekiranya nanti orang-orang ini mampu membuat Jakarta jauh lebih baik, saya bersedia selipkan nomor rekening agar bapak tidak bingung harus berterima kasih ke mana. 



Mungkin orang-orang seperti Fahri Hamzah, Pandji, Ahmad Dani, terlebih lagi Fadli Zon (yang menurut kawan saya, orang ini masa muda nya seorang tekno-blogger) bisa menjadi bumerang bagi elektabilitas bapak, saya berani jamin orang-orang yang saya rekomendasikan ini akan memperkuat posisi bapak di balai kota. 

Pak Anis dan Bang Sandi mesti tahu, di balik jutaan harap warga dki, nama Yosfiqar, atau yang akrab disapa Naq Ummi dengan sebutan Iqbal ini merupakan orang yang pertama mengucap takbir setelah anda berdua dinyatakan menang.

Ia bisa dijadikan alat propaganda laiknya Pandji di media sosial. Kemampuan keduanya pun setara, Pandji bahkan masih beberapa tingkat di bawahnya. Ia  bisa menggiring opini publik tanpa ada yang tersakiti. Asal jangan ada yang mengungkit selebrasi jemur baju ala Mauro Icardi, surga dunia maya ada digenggaman.



Bayangkan, ketika dia diserang, misalnya dari Tsamara Amany perihal pribumi, dengan menawan Bang Yos berkata "Pribumi pribumi apa yang bikin nggak bisa tidur?" saya berani bertaruh Dik Sam langsung mengucap ampun sambil bertekuk lutut.


Seperti pula Pandji yang kerap mengajak para Stand Up Comedy-an muda tur luar kota, Bang Yos senantiasa membawa netizen liburan ke beberapa spot pilihan tanpa harus memilah jumlah follower dan bagian dari blogger hits atau bukan. 

Orang kedua yang kompeten adalah Fandi. Kita semua tahu Pak Anis bisa menenggelamkan rakyat hanya bermodalkan kata. Keberadaan Fandi di dalam tim saya rasa sangat dibutuhkan untuk memperkuat harmonisasi keduanya. 

Sekiranya Pak Anis atau Bang Sandi ingin nulis buku biografi, sudah ada Fandi yang membantu. Jika ini tercapai, saya yakin buku tersebut tebalnya akan melebihi buku Ensiklopedia Islam yang dulu saya baca di perpustakaan sekolah.

Selain itu, Fandi bisa dijadikan penulis teks pidato kenegaraan atau juru bicara sekalian. Asal jangan diposisikan sebagai admin pemda di twitter. Karena bisa jadi upaya media sosial berlambang burung itu menambah karakter menjadi 280 kata bisa sia-sia. 

Selanjutnya, saya rasa keberadaan orang ini sangat fundamental. Namanya Andhika, atau Ia lebih ikhlas namanya disebut Ucha. Layaknya ungkapan "apa artinya Fahri Hamzah tanpa Fadli Zon" ini pula yang terjadi jika keberadaan Bang Yos tak diimbangi dengan kehadiran Ucha di sampingnya. 

Pak Anis, Bang Sandi. Ucha ini fighter ulung, perusak mental orang, senantiasa menjatuhkan lawan di segala medan. Jika Fahri Hamzah dianggap sudah overrated, Ucha lah yang pas menggantikan. Terlebih lawan politik anda ada yang jomblo dan tidak mendapat perhatian, serahkan padanya.


Kendati suka berapi-api, apa yang dia suarakan ada benarnya. Banyak malah. Persis seperti politisi PKS itu. Jadi, daripada dia selalu dikaitkan dengan vokalis band yang merupakan aset bangsa, lebih baik Ucha mendapat posisi yang layak di tim anda. 

Dengan kondisi anda yang insyaallah banyak hatersnya, keberadaan Ucha sangat penting demi menjaga bargain politik dihadapan penguasa negeri. Yang penting adalah dia tidak perlu digaji, cukup bayar dengan buku Tere Liye, bahagia dia.

Satu orang yang dirasa perlu mengimbangi dream team ini adalah Oky Maulana Saraswati. Apa artinya tim yang kuat tanpa makanan yang berkhasiat? Dengan bekaldarinyokap, baik Bang Yos, Fandi, dan Ucha bisa bekerja lebih maksimal. 

Oky juga bisa menjadi penengah jika sewaktu-waktu Ucha mempertanyakan kesendirian Bang Yos. Dan yang paling penting adalah Oky bisa dengan lembut menyerang buzzer lawan.


Jumat, 21 April 2017

Bagi pendukung Nottingham Forrest, nama Brian Clough tak bisa digantikan oleh siapapun. Dua trofi Liga Champions (1979, 1980) dan satu Liga Inggris (1978) menjadi dalil sahih bagi klub kecil ini untuk membangun Brian Clough Stand  di City Ground (kandang Nottingham Forest). Bahkan, fans The Tricky Trees (julukan Nottingham Forest) harus berebut nama “Brian Clough” dengan fans Derby County, yang juga merasakan langsung tuah pria kelahiran Midlesbrough ini.

Bagi kalian yang tidak begitu suka sepak bola, kisah pelatih bernama lengkap Brian Howard Clough ini bisa menjadi peretas jalan kalian untuk mengetahui satu cerita epic di sepak bola Inggris. Sekalipun Clough telah tiada, kisahnya tetap abadi dalam ingatan kita.
sumber: roblufc.org

Film The Damned United adalah salah satu cara untuk mengenang kebesaran seorang Brian Clough.  Film dengan alur cerita maju-mundur ini tak hanya memperlihatkan kebesaran dan kontroversinya seorang Clough, tapi juga mempertontonkan budaya kental orang-orang Inggris di masa itu.

Clough, yang diperankan apik oleh Michael Sheen bukanlah sosok pelatih santun yang biasa kita lihat sekarang-sekarang ini. Ia adalah seorang yang arogan, narsis, rasis, idealis, humoris, dan romantis. Meskipun jumlah film yang dibintanginya kalah banyak dengan Timothy Spall, akting Michael Sheen sangatlah sempurna.   

Pria yang dikenal bermulut besar ini secara perlahan merubah Derby County yang hanya kesebelasan semenjana, di divisi dua pula, menjadi kesebelasan yang mulai diperhitungkan kiprahnya. Dengan Peter Taylor (Timohty Spall) di sisinya, ia berhasil membawa Derby County ke puncak tertinggi sepak bola Inggris.

Ada satu kejadian yang membuat Clough begitu ambisius untuk menang dan naik kasta ke First division (kini bernama Premier League). Dalam sebuah undian babak ketiga Piala FA, Derby County dipertemukan dengan Leeds United, pemuncak teratas Liga Inggris, yang ketika itu diasuh Don Revie.

Clough yang sejak awal mengagumi Don Revie telah mempersiapkan sambutan manis untuk sang idola. Membersihkan ruang ganti pemain dan menyiapkan sampanye adalah jamuan istimewa yang dipersiapkan Clough untuk menyambut sang idola. Dan semua ini ia lakukan dengan tangannya sendiri.

Apa yang kemudian dibayangkan Clough tak berjalan sesuai rencana. Ia diabaikan oleh Revie ketika Clough menyambutnya dan tim Leeds United. Penolakan berjabat tangan yang dilakukan oleh Don Revie ternyata sangat membekas di hati Clough dan menimbulkan satu ambisi baru baginya selain menjadi juara, yaitu mengalahkan Don Revie dengan Leeds Unitednya.

Persaingan tidak sehat antara keduanya ternyata dirasakan oleh banyak orang, tak terkecuali Peter Taylor yang khawatir dengan pengaruh permusuhan ini terhadap peforma Derby County. Dan benar saja, kebencian mendarah daging Clough pada Don Revie akhirnya membawa dampak buruk bagi semua. Tidak Cuma Derby County, tetapi karir Clough beserta Taylor.

Mereka berdua akhirnya dipecat. Keduanya tentu tak ingin pemecatan ini benar-benar terjadi. Tapi komentar-komentar  Clough yang memojokkan jajaran direksi dan pemilik klub mau tak mau membuat mereka didepak dari Derby. Meski sempat protes, Clough tak bisa mengubah keputusan pemilik klub. Akibat hal ini, Peter Taylor pun marah besar padanya.

Cerita baru kembali dimulai oleh Clough-Taylor ketika mereka menerima pinangan Brighton & Holf Albion, klub kecil yang berkubang di divisi tiga Liga. Ambisi besar pemilik senada dengan amibiusnya Clough untuk kembali membangun dinasti baru. Tapi hal itu tidak berlangsung lama, Leeds United yang baru saja ditinggal sang giver, Don Revie, memanggil Clough untuk merumput di Elland Road (kandang Leeds).

Brian Clough yang sebelumnya sudah terikat kontrak dan dibayar mahal oleh Brighton sangat bernafsu untuk menerima tawaran Leeds. Di sini, perpecahan terjadi antara Clough dan Peter Taylor, yang tetap bersikeras bertahan di Brighton karena ingin menghargai kontraknya. Ya, sejak awal permusuhannya dengan Revie, Clough begitu berambisi dan terobsesi pada Leeds United.

Ambisi Clough mengalahkan Don Revie berbuah petaka. Ia tak hanya kehilangan rekan sejawatnya, tapi juga kehilangan kepercayaan dari seluruh penggawa Leeds United yang ketika itu dikapteni William Bremner. Kalimat “buang semua medali, piala yang kalian raih ke tempat pembuangan sampah yang kalian temui. Karena itu semua kalian dapatkan dengan cara yang kotor” menjadi pembuka dendam skuat Leeds United pada Clough. Ditambah bayang-bayang Don Revie yang terus menghantui di tribun penonton semakin membuat Clough tidak nyaman.
sumber: blog.soton.ac.uk

Alhasil, 44 hari saja ia mengabdi di Elland Road. Rentetan kekalahan di awal musim dan terbenamnya posisi Leeds di dasar klasemen menjadi dosa terbesar Clough yang pindah ke Yorkshire tanpa seorang Peter Taylor di sisinya. Kejadian memalukan ini seakan membuka mata Clough bahwa ia tak bisa berjalan jauh sendiri. Ia butuh seorang yang selama puluhan tahun bersamanya, Peter Taylor.

Bersama kedua putranya, Simon dan Nigel Clough, Brian datang ke kediaman Peter untuk meminta maaf dan kembali merajut cerita baru bersama. 
Brian Clough (kiri) bersama Peter Taylor (kanan)
sumber: dailymail.co.uk



***
Film The Damned United ini menyelipkan kisah cinta akan ke-daerah-an yang sangat kental. Ini bisa terlihat bagaimana kerasnya penolakan Brian Clough kala diajak melatih Brighton karena klub tersebut berasal dari Selatan Inggris. Sedangkan dia asli Middlesbrough, Inggris Utara.

Ketika masih membesut Derby County pun, beberapa pemain yang didatangkan berasal dari kampung halamannya, seperti McGovern, Colin Todd, dan John O’Hare.

Untuk diketahui, orang-orang Italia dan Spanyol tidak begitu mencintai daerahnya sendiri, terutama dalam hal sepak bola. mereka cenderung mendukung tim yang hebat, sekalipun tim itu berasal dari daerah lain.

selaiknya film bertema sejarah lainnya, The Damned United juga memperhatikan setiap keotentikan kejadian. ada beberapa kejadian yang terekam dalam film, nyata terjadi ketika itu. seperti saat Brian Clough disandingkan dengan Don Revie dalam sebuah wawancara televisi sesaat setelah ia dipecat. termasuk setelan jas yang mereka pakai ketika itu pun sama. atau bagaimana Clough berseloroh menantang legenda tinju dunia, Muhammad Ali dalam sebuah acara televisi juga terekam jelas di film produksi tahun 2009 ini.

apa yang kemudian menarik dari settingan film ini adalah ketika deretan pertandingan (sebenarnya) Derby County, termasuk perayaan juara mereka disajikan sedemikian rupa. seluruh kru film sangat piawai membagi sebuah pertandingan sungguhan dengan euforia Brian Clough dan Peter Taylor (Michael Sheen dan Timothy Spall) di pinggir lapangan.

Film ini diangkat dari kisah nyata, yang kemudian dibukukan dengan judul yang sama karya David Peace. Peace sendiri mengatakan jika versi filmnya berbeda versi tulisannya. Maka dari itu, ia masih berharap jika The Damned United difilmkan kembali, dengan versi hitam putih



Sabtu, 15 April 2017

Di dunia ini pasti ada satu atau dua, atau banyak hal yang tidak kita sukai. Baik itu perihal seseorang, sebuah tempat, sebuah karya, atau apapun itu yang berhubungan dengan keduniawi-an. Dan biasanya, hal-hal yang tidak disukai itu akan mengganggu ketentraman hidup kita. Sebagai manusia yang menganggap diri sendiri idealis saya mencoba membagi beberapa hal yang tidak saya sukai. Apa saja:

Bani Taplak vs Bani Bumi Datar
Bagi yang sudah baca beberapa tulisan saya perihal pilkada, tentu kalian tahu kenapa saya tidak suka dengan kedua kubu "relawan" ini. Bagai benih tanaman yang semakin tumbuh, ketidaksukaan saya pada mereka semua pun makin hari semakin besar saja. jadi.....next

Selebtwit
Sebagai pengguna setia Twitter ada kalanya kekhitmatan saya berselancar di Twitter terganggu dengan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai selebtwit. Dari sekian banyak selebtwit, Ada beberapa diantara mereka yang masuk daftar hitam saya. Seperti Adelladellaideunited (bener nggak tuh? Ya anggap bener ajalah ya), Falla Adinda, dan Fiersa Besari (Fiersa juga seorang penulis dan penyanyi).
sumber: playbuzz.com
Tentu saya tidak memfollow ketiganya,tapi saya bisa melihat twit mereka dari reetweet-an beberapa teman Twitter saya. Mungkin alasan saya tidak suka ketiganya terhitung alasan yang receh, karena twit yang mereka buat terkadang penting enggak penting, nyambung atau enggak nyambung. Celakanya, twit-twit yang sejatinya bisa kita tulis sendiri itu selalu di reetweet oleh banyak orang. Ya, alasan saya yang receh berbanding lurus dengan twit mereka yang receh pula.

Untuk karya Fiersa Besari di dunia literasi atau musik sendiri, bait-bait kata yang ia gunakan terlalu bombastis, mengawang, muluk-muluk, dan berat rasanya untuk bisa dinikmati oleh orang macam saya (padahal baru liat judulnya doang, belom isinya. Hahaha. Apalo? Apalo? Apalo?)

Sudah semestinya kalian me-reetweet twitnya mz @kening_lebar yang selalu menebar gelak tawa dan mewaraskan dunia. Ini serius!!!

Penyanyi dan Penulis
Bagi yang menjadi teman Path saya, tentu kalian tahu ini bukan?
sumber: penulis


Kalo enggak tahu, hambok ya di buka lho sekali-kali. Masa chek in Path pas liburan atau lagi ke tempat-tempat kece doang. Ahelah

Saya yakin, banyak di dunia ini, atau setidaknya di Indonesia memiliki penyanyi yang enggak banget dan menciptakan lagu yang enggak kalah enggak bangetnya dari si penyanyi. Untuk mz Virgoun yang salamnya kepada dik Starla tak tersampaikan karena selalu bentrok dengan para Anak Langit, juga mz Alexander Thian yang tampaknya ngefans sekali dengan grup band asal Inggris, Keane, atau Almost is Never Enough nya Ariana Grande yang bisa kita nikmati dalam bentuk buku (entah siapa nama penulisnya). Pesan saya hanya satu, lebih selektiflah dalam memilih judul.

Dan Tere Liye. Muda-mudi mana yang tak tahu buku-bukunya? Ia adalah satu dari sekian banyak penulis Indonesia yang bukunya berserakan di toko-toko buku besar.di toko, Sudut, dan di rak sebelah mana kalian tidak menemukan buku Tere Liye yang judulnya telah melebihi gelar Scotish Premier League nya Glasgow Celtic?

Di balik rentetan buku yang telah ia cetak, ternyata Tere Liye adalah seorang yang buta sejarah, buta pada sebuah kebenaran masa lalu yang kini ia rasakan sendiri buah kenikmatannya. Berpegang teguh pada satu kedunguan bahwa hanya kaum agamis yang berjuang dalam memerdekakan negeri ini tanpa andil orang-orang nasionalis di dalamnya. Ini tentu menjadi kebodohan paripurna di abad 21. Dan mungkin saja, Tere Liye adalah satu-satunya penulis di muka bumi yang buta akan sejarah bangsanya sendiri.

Ernest Hemingway, Noam Chomsky, dan Liverpool
Bagian ini berbeda dengan tiga bagian di atasnya. Saya suka dengan karya-karya Noam Chomsky dan Ernest Hemingway. Banyak pula dari kita yang mengamini tulisan-tulisan Chomsky yang dituangkan dalam buku“How The World Works” atau “Who Rules The World”. Dan siapa juga yang tak tersihir jiwanya ketika membaca “Lelaki Tua dan Laut” yang telah dicetak puluhan kali, atau kumpulan cerita pendek yang dikemas menjadi satu dalam sebuah buku karya agung Ernest Hemingway.

Dalam sebuah catatan yang katanya sangat rahasia terdapat nama kedua penulis mahsyur ini yang dipekerjakan CIA sebagai alat propaganda mereka. Jika memang benar adanya, tentu kenyataan ini sulit untuk kita terima. Terlebih pada Noam Chomsky yang karyanya tak jarang menyudutkan Amerika Serikat sendiri. Tapi kemudian apakah saya membenci keduanya? Karya-karya nya? Belum tentu . karena pemikiran-pemikiran mereka sedikit banyaknya telah mempengaruhi pemikiran saya.

Lalu Liverpool? Sungguh disayangkan, saya baru menyadari bahwa tim asal Merseyside ini tidak bagus-bagus amat (jika kata bapuk terlalu berat untuk diucapkan) setelah saya mencintai Liverpool begitu dalam.

buzzer
buzzer yang saya maksud di sini tentu saja buzzer politik bukan buzzer sebuah produk yang tiap waktu memenuhi linimasa twitter. Ada beberapa buzzer yang tidak saya follow karena alasan tertentu. Ada pula buzzer yang tetap saya follow sekalipun tak jarang pandangannya berbeda dengan saya.

Akhmad Sahal, Tsamara Amani, Kang Dede, dan Fadjroel Rahman. Makin hari saya semakin tidak mengerti  dengan orang-orang ini. Pembelaan yang kian banal mereka pada jagoannya terkadang membuat “relawan” ini tampak bodoh lagi dungu. Orang-orang dengan pendidikan tinggi seperti mereka seakan rela menggadaikan isi kepala demi langgengnya jalan calon gubernur duduk kembali di balai kota.

Ketidak sukaan ini tidak serta merta membuat saya meng-unfollow mereka. Saya justru tetap setia menjadi pengikut mereka dengan tujuan ingin melihat sejauh mana kepentingan menghancurkan pikiran. Tak jarang, saya beberapa kali mempertanyakan apa yang mereka utarakan di twitter.

Seperti Akhmad Sahal yang tetap melihat celah dalam kasus penyiraman air keras yang diderita penyidik KPK baru-baru ini, Novel Baswedan yang kemudian ia bandingkan dengan sosok Anies Baswedan. “Gus, suku Mante juga tahu kalo kasus Novel hubungannya sama E-KTP, bukan Pilkada DKI”.

Atau bagaimana ambisi Tsamara Amani (yang ingin menjadi gubernur Jakarta suatu hari nanti dan mengidolai sosok Megawati Soekarno Putri) yang kerap mengajak kaum perempuan untuk terjun langsung ke dunia politik. “Mba Tsamara yang cantik, Ahok dan Jokowi yang bersih saja, imejnya langsung jelek saat jadi pejabat tinggi karena politik praktis negeri ini”.

Saya bukannya tidak percaya dengan kapabilitas Tsamara. Dengan kondisi politik nasional yang semakin menjijikkan, seharusnya Tsamara tahu itu, dan ingat dengan apa yang dulu pernah dilontarkan Soe Hok Gie; Politik tai kucing.

Loh wan. Kok buzzer nomor tiga enggak lo sebutin? Buat apa gue sebutin. Pertama, buzzernya enggak ada yang kompeten. Kedua, gue enggak suka sama calonnya.

Dari paragraf pertama hingga paragraf kesekian, ada beberapa orang yang tidak ingin saya ketahui karena saya terlanjur menangkap pesan jelek terhadapnya. Namun ada pula yang tetap ingin saya ikuti kiprahnya (walau sama menjijikkannya) hanya untuk mengukur ke-netral-an saya dalam bersikap, dan tentu saja demi terpenuhinya birahi nyinyir saya. hahaha



Senin, 27 Maret 2017

Bisa karena terbiasa. Ungkapan tersebut merupakan satu dari sekian banyak ungkapan yang susah untuk dibantah. Sudah tak terhitung jumlah manusia yang menjadi bisa karena terbiasa, sekalipun itu bukanlah keahlian mereka sesungguhnya.

Menjadi bisa tentu bukan sekedar menjalani suatu hal yang baru – misalnya – tanpa belajar dan kerja keras. Karena apapun yang kita lakukan di dunia tak luput dari proses belajar. Albert Einstein mengubah dunia karena ia terus belajar dari kesalahan-kesalahan ekperimennya hingga membuat ia bisa, dan jadi fenomenal.

Rafael Nadal bisa menjadi petenis terbaik Spanyol sepanjang masa karena ia terus belajar dan terbiasa mengayunkan raketnya, ketimbang menendang bola seperti sang ayah. SBY bisa menelurkan beberapa album karena ia – juga – terbiasa mendendangkan lagu di  twitter waktu senggang.

Banyak dari kita yang pada akhirnya bisa melakukan suatu hal, meski pada awalnya sulit – bahkan untuk sekedar – membayangkannya. Apa sebabnya? Ya, karena kita mulai terbiasa melakukan hal tersebut. Seperti kebanyakan teman-teman blogger misalnya, tentu tidak semua dari kalian membayangkan jika akan menjadi seorang blogger dan wara-wiri dari satu acara ke acara lainnya, mengendorse merk satu sampai merk lainnya. Bahkan tidak sedikit dari kalian yang menjadikan nge blog sebagai wadah mendulang uang.

Saya adalah bagian dari kalian yang bisa karena terbiasa. Tak pernah terlintas dalam pikiran jika kini saya menjadi seorang blogger. Hmmm...gadungan memang, karena tidak pernah diundang dalam setiap event blogger, atau mendapat rupiah dari hasil menulis di blog. Tapi tetap saja kan, punya blog, dotcom pula. Paripurna sudah.

Selain dikarenakan DA/PA, Alexa Rank, dan segala perintilan-perintilan penilaian lainnya yang jauh dari kata mumpuni, yang membuat saya tak pernah diundang ke sebuah acara, atau apapun itu namanya, karena hingga saat ini saya masih merasa sok idealis jika berbicara masalah tersebut. Tema-tema dalam setiap tulisan saya pun masih itu-itu saja, jika bukan sepak bola, ya politik, atau masalah sosial, atau sepak bola yang saya kaitkan ke dalam politik yang kemudian menjadi masalah sosial kita. Yha

Keinginan saya ngeblog tidaklah terencana, malah dadakan, terkesan nekat bahkan. Bermula dari rasa galau akibat tekanan hidup yang melanda bangsat drama banget ini, saya pikir, satu hal yang bisa mengisi kegamangan hidup dan rasa bersalah yang teramat sangat, yang saya alami ketika itu hanyalah menulis.

Saya tidak pernah mengikuti latihan menulis sebelumnya, dasar-dasar menulis pun saya tidak tahu. Dan blog? Apalagi ini, saya bahkan tidak tahu menahu apa itu blog. Hingga tulisan pertama saya selesai pun, saya bingung hendak kemana mengabadikan tulisan itu, hingga pada akhirnya seorang teman menyarankan saya agar ngeblog, padahal dia bukan blogger.

Muncul kali pertama dengan rentetan tulisan sepak bola, dengan nama blog yang – juga – sangat sepak bola, membuat saya mantap sebagai penulis bola saja. Kepercayaan diri saya pun semakin tinggi saat menyadari bahwa masih sedikit, hampir tidak ada bahkan (sepenglihatan saya di grup blogger yang saya ikuti) blogger sepak bola di Indonesia.

Bertambahnya bahan bacaan, dan mulai tertariknya saya membaca buku (setelah sebelumnya hanya baca essay-essay sepak bola dan politik) membuat saya mencoba menulis di luar sepak bola. hingga akhirnya muncul beberapa tulisan bernada sarkastis, review film, dan tulisan-tulisan nyeleneh lainnya.

Hingga sekarang, sudah berbagai jenis tulisan saya hasilkan. Apakah tulisan saya bagus? Belum tentu, tapi saya yakin jika dilihat dari awal saya menulis hingga kini, tulisan saya semakin membaik kualitasnya (setidaknya ini pengakuan dari beberapa teman). Namun, masih ada dua jenis tulisan yang masih enggan saya lakukan. Yaitu tulisan mengenai travelling dan kuliner. Jika menilik judul di atas, tentu hal ini bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk saya lakukan di kemudian hari.

Pertanyaannya, kapan saya mau nulis travelling atau kuliner? Jawabannya, mbuhlah...

keagungan kalimat "bisa karena terbiasa" akhirnya telah membawa kita ke sebuah fenomena yang tak biasa, fenomena yang sejatinya berada di luar nalar sehat kita. yap, Andhika Manggala Kangen Band bisa menjadi pejabat Partai Demokrat.   






  

Jumat, 17 Februari 2017

Pemberitaan media yang luar biasa seputar Pilkada tak bisa dipungkiri telah membutakan mata kita pada peristiwa lain yang jauh lebih penting dari pada si 1, 2, 3, atau nomor urut lainnya. Kenapa saya bilang lebih penting? Jelas, apa-apa yang berhubungan dengan Pilkada hanya akan membuat kita kehilangan teman dan menjadi tak waras dibuatnya. Sementara peristiwa lain yang dimaksud adalah kita bisa menambah pergaulan dan bahan perbincangan untuk tetap menjaga tingkat kewarasan dalam tatanan berkehidupan sosial.

Lalu apa saja hal-hal yang jauh lebih penting itu, yang luput dari perhatian kita akibat Pilkada? Berikut beberapa kejadian lain yang terjadi selama Pilkada berlangsung

1.       Antasari vs SBY
Tentu bukan masalah laporan Antasari di Bareskrim Polri yang menyatut nama SBY dan Hary Tanoe yang penting. Melainkan, lagi-lagi, untuk kesekian kalinya, cuitan SBY yang menjadi penting. SBY tak terima dengan tuduhan mantan ketua KPK tersebut yang menurutnya keji dan bermuatan politik untuk menjatuhkan putra sulungnya, Agus Harimurti yang esoknya bertarung di Pilkada DKI.

Tanpa ampun, SBY membredel twitter dengan thriller cuit lanjutan yang membuat kita iba, juga tawa. Tak lama setelah mencuit kegelisahannya di Twitter, SBY mengadakan konferensi pers di kediaman barunya, Kuningan. Lembar perlembar kertas pidato yang ia baca ternyata tak beda jauh dengan apa yang sebelumnya ia utarakan di Twitter. Seketika saya bergumam senja jangan-jangan kertas itu hanya soft copy cuitannya di Twitter.”

Hmmmm.... I have to say *kepala menengadah ke atas* buat apa konferensi pers kalo isinya sama kayak di Twitter? Buat apa? B u a t a p a

2.       Ibas featuring Aliya
Wahai rakyatku. Kalian harus tahu bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. SBY rela turun bukit demi Agus, Ibas rela bikin Twitter demi SBY, Aliya rela belajar bahasa Indonesia demi Ibas. Yhaaaaaa

Mba Aliya, dengan cinta tiada tara pada Ibas cukup sigap meluruskan biduk persoalan “wahai rakyatku” yang kadung jadi trending topik. Ia tak menyia-nyiakan gelar sarjana yang diambil di luar negeri untuk membenarkan kosakata anak bangsa dengan sebuah dagelan yang bisa membuat Pram bangkit dari kuburnya. But, I have to say..kebodohan Ibas dibalas kebodohan Aliya. Ini sekaligus penegasan Tuhan bahwa ia memang adil dalam menentukan jodoh seseorang.
Wahai rakyatku. Inilah keluarga cemara yang saling membela di dunia maya. Entah apa yang membuat Ibas berkata “wahai rakyatku” sementara dia bukanlah siapa-siapa. Entah apa pula pertimbangan Twitter untuk mencetang biru akun Ibas dan Aliya yang.........................silakan isi sendiri.
sumber: tribunnews.com
3.       Tukang Bubur Naik Haji dan Anak Jalanan tamat
Dengan mengucap syukur diiringi gemuruh sirine telolet, akhirnya sinetron TBNH dan Anak Jalanan habis juga. Entah mereka sudah kehabisan cerita atau ini hanya sekedar trik Hary Tanoe untuk mengalihkan isu khalayak dari laporan Antasari Azhar padanya. Atau jangan-jangan demi melimpahnya slot mars Perindo yang makin easy listening di pendengar millenial.
*tiba-tiba saya melihat iklan sinetron SCTV yang judulnya Orang-Orang Kampung Duku dan Anak Langit* tidak ada kata lain yang patut diucapkan selain......ASUUUUUUUU

4.       Dewi Persik vs Nassar
Tidak ada Valentine tahun ini. Di hari yang kata banyak orang sebagai hari kasih sayang, Dewi Persik dan Nassar justru membuka permusuhan  baru. Berawal dari adu mulut KEDUA biduan ini, DePe tak bisa menahan emosi kala biduan satunya tak mau berhenti bicara. Entah ia sedang dapet atau memang sudah tabiatnya, pedangdut asal Jember ini anjiir tau amat gue langsung menghujam Nassar dengan sebutan “bencong lo. Anjing lo” yang sayangnya langsung dipotong kuis Tolak Angin. Dan seketika malam Valentine saya nanggung bukan kepalang dibuatnya.

5.       Awkarin
Sampai sekarang saya belum pernah melihat rupa Awkarin yang fenomenal itu. Awkarin adu mulut sama pacarnya pun (secara harfiah, adu mulut di sini maksudnya cipokan) saya juga belum lihat. Awakarin naik kuda di video klip terbarunya pun saya belum lihat. Dada Awkarin yang awalnya datar lalu  menjadi besar dan mantap, dengan sekejap, saat naik kuda pun saya belum lihat. Lho, tapi kok tahu dadanya gedean? Oke. Skip!

6.        Ahok menang di Petamburan
Tersiar kabar bahwa Ahok menang di TPS tempat di mana Agus nyoblos...hmmm mungkin ini biasa. Tapi apa jadinya jika Ahok menang telak di Petamburan, yang notabene markas besar FPI? Saya pastikan jika Ahok sendiri kaget dengan kemenangan tersebut. Walaupun tak sekaget anggota FPI yang tak terima dengan hasil itu dan minta dilakukan pemungutan suara ulang. Bukannya berbalik keadaan, suara Ahok justru makin bertambah setelah dipungut ulang.

Saya curiga, aksi 411, 212, 112, yang digalang FPI merupakan kontra strategi dari FPI sendiri untuk memenangkan Ahok di wiliyahnya dan mengelabui Anis yang rela men-down grade otaknya saat berpidato dihadapan Habib Rizieq dan kolega. Sekali lagi, Allah, Tuhan YME menunjukkan kekuasaannya. Takbiiir

7.       Gagal Sensor Film Jakarta Undercover
Dalam sebuah cuitannya, Fajar Nugros, sutradara film Jakarta Undercover mengungkapkan kekecewaan mendalam karena film yang diadaptasi dari buku berjudul sama karya Moamar Emka ini gagal tayang. Sungguh disayangkan karena saya sudah melihat thrillernya di bioskop beberapa hari yang lalu.

Memang tidak bisa dipungkiri jika film ini “berani” menampilkan beberapa adegan panas baik pria-wanita atau pria-pria, juga beberapa scene yang menggambarkan kehidupan urban Jakarta. Tapi kembali lagi, tidak mungkin pula jika film ini tetap dipaksakan tayang dengan catatan beberapa adegan dihilangkan karena secara otomatis akan kehilangan makna dari kata “undercover” itu sendiri.

8.       Kaos LOL Siti Aisyah
Kabar duka datang dari mancanegara kala Kim Jong Nam, kakak beda ibu dari Kim Jong Un, pemimpin Korea Utara mati di tangan perempuan  yang katanya Indonesia. Ada banyak versi yang mengemuka di balik pembunuhan tersebut, mulai dari racun, identitas Siti yang berbeda, dan perannya sebagai agen rahasia Korea Utara.
sumber: kumparan.com
Ketika semua versi di atas masih simpang siur kebenarannya, kaos putih ”LOL” yang dikenakan Siti lah yang menjadi satu-satunya kebenaran mutlak. Jika benar ia agen rahasia Korea Utara, dari mana ia membeli kaos bertuliskan LOL tersebut? Saya berani bertaruh tak ada satu pun tukang sablon di Korea Utara yang mempunyai selera humor tinggi dan mengerti arti LOL. 

9.       Nafsu atau tidak nafsu dalam Wudhu’
Jujur. Seumur hidup saya tidak pernah mendengar pendapat seperti ini “Perempuan dan laki-laki tidak masalah jika bersentuhan setelah berwudhu’ asal tidak diiringi nafsu.” dengan mantap seorang teman berkata seperti itu setelah menyentuh saya yang sudah berwudhu’.Saya agak bingung dengan pendapat ini, dan membuat saya balik bertanya “oke. Kalo gue meluk lo gapapa kan ya? Kan nggak pake nafsu?”

Saya tidak mau berpolemik panjang dengan hal-hal demikian, Terlebih sekarang kita tengah menjalani fase di mana kafir-mengkafirkan orang terasa nikmat rasanya dan bisa menebalkan keimanan kita secara otomatis. Biarlah ajaran saya bagi saya, ajaran dia bagi dia. Segera saya kembali mengulang Wudhu untuk shalat dan teman yang tadi juga ikut shalat tanpa kembali berwudhu.

10.   Red Hot Chilli Papper ke Bekasi
Berbanggalah kalian warga Bekasi dan sekenanya yang telah memilih Ahmad Dhani sebagai pemimpin baru kalian. Pasca kemenangan Ahmad Dhani dan pasangannya – yang entah siapa namanya – pentolan Republik Cinta Management tersebut langsung mengimingi warganya dengan janji yang menggetarkan jiwa.

Ia tak perlu gontok-gontokan menawarkan DP rumah 0% pada warga Bekasi. Buat Dhani, Red Hot Chilli Papper harga mati! Bukan di Jakarta, tapi bekasi. Dengan kapasitas dia sebagai musisi handal yang kenyang asam garam, tentu ini bukan menjadi soal buat bapak 5 anak ini (bener 5 kan ya anaknya?) Mas Dhani tentu banyak jaringan di luar negeri sehingga dengan mantap menjanjikan kehadiran RHCP di Indonesia Bekasi.
Sekian!!!


Sabtu, 11 Februari 2017

Medio 2004 hingga 2014 kita dipimpin oleh seorang militer untuk pertama kali pasca reformasi. Membawa semangat baru bagi rakyat juga kaum muda bertalenta di partainya. Sebagai partai baru yang tak memiliki massa dan sudah pasti kalah dengan partai lama yang silih berganti menguasai negara, tentu terpilihnya ia menjadi presiden menjadi cerita lain yang pada akhirnya memimpin negara 10 tahun lamanya.

Susilo Bambang Yudhoyono, atau kondang disapa SBY kembali mencuri perhatian. Sempat hilang untuk beberapa saat pasca bergantinya pucuk kepemimpinan, ia kembali ke panggung hiburan politik. Tentu agak memaksakan jika kemunculannya kembali dianggap sebagai manuver politik untuk merongrong penguasa. Sebagai melankolic sejati, ia rela turun bukit sebagai seorang ayah. Bukan jenderal, apalagi mantan presiden.

Ke-peka-an seorang ayah pula yang membawa Agus, yang kemudian beken dengan gelar AHY ikut pertarungan alot demi kursi gubernur DKI. Betapa cintanya SBY pada Agus, yang belum tiba saatnya sudah dibebankan menjadi DKI 1.  Ia tahu betul apa yang terbaik buat kemajuan anaknya, juga ibukota Negara. Karena jika tidak, sudah pasti SBY akan memilih Ibas yang…………………….silakan kalian isi sendiri

Mari kita lupakan soal Agus, terlebih lagi tentang Ibas. Saya tidak ingin membahas keluarga Cikeas (kuningan) ini, saya hanya ingin konsentrasi pada SBY yang fenomenal. Fenomenal karena mampu memimpin negara 2 periode lamanya. Meski masih banyak yang mencibir SBY hingga kini, saya rasa ia tetap harus kita maafkan. Jika bukan kita, siapa lagi. Jika bukan sekarang, kapan lagi.

Tentu bukan masa bakti 10 tahun yang penuh intrik dan kejanggalan yang harus kita maafkan, melainkan cuitan SBY belakangan ini yang wajib kita maafkan dengan hati riang penuh sukacita. Selayaknya sepak bola, (dalam hal ini) Twitter juga telah memanusiakan manusia dari hal paling dasar.
sumber: bandung.bisnis.com
Aktifnya SBY di Twitter memang sudah lama dilakukan. Satu jam pertama ia muncul di Twitter saja, sejutaan orang sudah tersusun rapi di beranda follower SBY baik yang ingin berinteraksi langsung atau hanya demi nafsu menghujatnya tersalurkan. Maklum saja, ketika itu blio sedang menjabat kepala Negara.

Lambat laun, seiring habisnya masa jabatan SBY sebagai presiden dan maraknya berita-berita Pilkada di lini masa yang menimbulkan berjuta tafsir juga gelak tawa yang – katanya – mengancam kerukunan Indonesia. Melihat gelagat tidak baik ini, SBY dengan cekatan meredam amarah kita sebagai warga Jakarta dengan memohon pada Allah, Tuhan YME agar bangsa ini jauh dari kata hoax dan adu domba. Kita yang sebelumnya sering naik pitam kala membuka lini masa berubah sumringah dengan curahan SBY yang sangat humanis.

Demi kerukunan bangsa pula SBY merasa perlu dan wajib pindah rumah. Cikeas tampaknya sudah terlalu sempit baginya, juga bagi bu Ani yang sepertinya menganggap Cikeas sudah tidak ootd-able untuk memenuhi kewajibannya sebagai selebgram hingga harus pindah ke pusat Jakarta.

Kuningan menjadi destinasi baru SBY sekeluarga. Sebuah tempat di mana hampir sepertiga warga Jabodetabek mengadu nasib dan peruntungan, tak peduli seberapa macet ruas jalan, seberapa keras mereka berusaha. Perjuangan ini pula yang tampaknya menjadi pertimbangan SBY untuk sekali lagi bertarung di kerasnya ibukota demi putra mahkota duduk di balai kota.

Tak lama setelah ia pindah, sang Bapak kembali murka. Dengan cara yang melankolic tentu saja. Tak tahan dengan amuk oknum segelintir orang yang memenuhi kediaman barunya, SBY mengadu sebagai warga biasa. Mempertanyakan hak-hak hidupnya sebagai anak bangsa pada Presiden dan Kapolri di…Twitter dan…..no mention. Entah saya yang kelewat sentimen atau sebaliknya, yang pasti apa yang dilakukan presiden ke 6 ini benar-benar mencerimnkan suatu fakta, bahwa dihadapan Twitter, kedudukan manusia sama.
sumber: twitter.com 
Lewat cuitan berantainya tiga minggu belakangan, sudah semestinya kita menempatkan diri di posisi SBY yang hanya orang biasa yang memiliki rasa takut akan keselamatannya. Seperti yang kita tahu sebelumnya, selama menjadi presiden saja, ia selalu dirundung ketakutan akan menjadi target terorisme yang membuat foto dirinya penuh lubang dan takut pada urusan dapur yang tidak bisa ngebul kala menyadari gajinya yang tak kunjung naik.

Maka dari itu mari kita memaafkan SBY sebagai sesama rakyat jelata yang hanya bisa nyinyir pada penguasa di media sosial. Dengan sisa-sisa kekuatan politik yang ia punya, SBY lebih memilih jalan kekinian dalam mempertanyakan ketidaknyamanan. Meninggalkan atribut partai kala menanggapi beberapa kabar tak sedap yang menyasar dirinya dan keluarga. Lewat kebesaran hatinya pula kita tidak perlu menunggu serial hadirnya Panitia Khusus (pansus) yang kerap dibentuk SBY saat masih menjadi presiden.

Belakangan ini, orang Indonesia telah hancur martabatnya di media sosial hanya karena beda pilihan. SBY, dengan segala keringkihan hatinya mengembalikan kita ke masa di mana media sosial hanya untuk bersenang-senang dan baper-baperan. Lewat cuitannya, kita kembali bisa tersenyum setelah sebelumnya dinaungi amarah. Lewat cuitannya, kita bisa tertawa lepas dan menghibur diri setelah sebelumnya nyaman untuk membenci dan menyakiti.

Untuk itu, sudah selayaknya kita memahami dan memaafkan cuitan SBY dan biarkan ia hidup tenang di Kuningan sebelum nanti kembali ke Cikeas pasca pilkada di Jakarta.






Rabu, 01 Februari 2017


Dengan umur yang bisa dibilang lumayan, agak ironis jika saya menulis tentang cinta apalagi cinta kita berdua yang rasa-rasanya lebih cocok ditulis oleh mereka yang masih belia atau wanita segala usia. Tapi, berhubung ini bukan tentang saya, jadi tak apalah saya menulis dan mengulik sedikit tentang cinta seorang teman yang kerap membuat saya geleng kepala sambil tertawa di atas kegalauannya. Heuheuheu

Entah bagaimana nasib saya ke depan jika dia tahu tulisan ini saya dedikasikan pada kegalauan nya. Ya haqqul yaqin saja jika kemarahannya tidak sampai block whatsapp atau sejenisnya. Untuk itu, demi keselamatan saya dan handai taulan semua, namanya akan disamarkan sedemikian rupa agar ia tidak sadar.

Cinta segitiga ala reality show Katakan Putus Trans TV sedang terjadi di sekitar saya, kantor saya, tapi bukan sesama karyawan, pastinya. Ini bermula dari salah satu karyawan yang sempat dipinjam ke cabang lain karena sedang kekurangan orang.

Dari hari pertama hingga hari terakhir ia ditempatkan di cabang yang berbeda, hampir semua isi percakapannya dengan saya “tidak betah” dan ingin segera kembali ke cabang semula. Wajar memang, dia masih baru, belum ada pengalaman, masih muda pula, dan cantik, tentu saja.

Sebut saja Mawar, namanya. Bukan, ini bukan Mawar si penjual bakso tikus, Ini Mawar.... Ya Mawar lah pokonya. Sebagai anak baru (kebetulan juga baru lulus kuliah) di tempat saya bekerja, ia membawa cerita-cerita khas anak muda seusianya, yang sudah pasti tidak jauh-jauh dari urusan asmara. Mawar mempunyai pacar yang ia cinta (katanya). Berpangkat jenderal di kesatuannya, eh salah, kopral maksudnya, eh salah lagi, Briptu kali ya. Ah entahlah pangkatnya apa, yang pasti mereka sudah menjalin hubungan lumayan lama. Saya lupa tepatnya. Yang jelas tidak selama Pak Anis menenun senja di Jakarta.

Satu hal yang langsung terbesit di benak saya ketika mengetahui pacarnya seorang anggota kepolisian adalah....“hhmmmm...polisi,” gumam saya. Bayangan saya pada polisi yang buncit, kumis tebal, dan perawakan yang tak enak dipandang buyar seketika saat mengetahui mereka ternyata seumuran. Seperti lumrahnya pasangan muda lainnya, ke-labil-an keduanya tak bisa dihindarkan. Anehnya, kenapa harus si Mas Polisi yang sudah ditempa sedemikan rupa baik jasmani dan rohaninya yang bersikap lebay dalam hubungan keluarga cemara mereka.

Saya dan Mawar belum lama kenal – ya karena kita baru sekantor – tapi Mawar sudah 2 kali putus, dengan pacar yang sama. Sebuah rekor yang mungkin wajar buat orang seusia mereka, tapi tidak wajar bagi saya. Kadang saya bertanya, jika dari dulu begini, sudah berapa kali kalian putus nyambung? Sayang, pertanyaan ini tak terjawab dengan pasti. 

Ia mengakui kelabilan mereka berdua, terlebih ketika Mas Polisi mendapati percakapan Mawar dengan seseorang di sosial media. Ia tak segan menghardik Mawar dengan emosi yang membuncah, juga sumpah serapah yang mengalir keluar dari mulutnya. Begitupula Mawar yang ikut terbawa amarah, ditambah dengan sikap bodoamat-able nya, ia tentu tak ambil pusing dan terkesan menantang balik sang kekasih. Maka tak heran, saat ia atau mas polisi berkata “udahan” tak ada raut kesedihan di benak Mawar meski spertinya ia tetap mengharap kembali, pun sebaliknya.

Lagi-lagi, atas pengaruh usia pula, mereka hanya bisa saling berharap siapa yang sudi minta maaf duluan. Atau minimal, siapa yang berani menghubungi duluan. Walau pada awalnya block akun atau delcont kontak bbm tak terelakkan. Yha, anak muda, begitulah adanya.

Hal lain yang membuat saya tercengang adalah mereka saling tahu kata sandi akun media sosial masing-masing. Tidak heran, jika mas polisi pernah memblock/unfriend teman di sosmed Dik Mawar ( tanpa sepengetahuan Mawar) yang ditengarai menjadi sebab putus-sambungnya hubungan mereka. Ya Allah, Tuhan YME. Cinta anak muda kok ya sampe kek gini, sih? Apa saya nya yang ketuaan? Hih!

Mengetahui hubungan mereka yang naik turun ditambah gengsi yang sama besarnya, saya pun mulai menebak-nebak kapan Dik Mawar dan Mas Polisi kembali jadian. Dengan canda saya bertaruh kalau mereka balikan lagi di minggu kedua pasca “udahan”. Jika sebelumnya rentan waktu mereka kembali bersatu adalah seminggu. Sayang, pada kesempatan kali ini, tampaknya belum ada tanda-tanda ke arah sana.

Puncak dari hegemoni hubungan mereka terjadi jumat lalu. Dan tentu ini bukan hanya melibatkan mereka berdua, melainkan juga seorang yang dulu pernah ada di hati Mawar cukup lama. Orang ini pula yang menjadi penyebab kandasnya hubungan Dik Mawar dan Mas Polisi untuk ke……entah berapa kalinya.

Cerita baru (rasa lama) ini dimulai ketika Mawar ditugaskan di cabang lain, yang sialnya cabang tersebut berjarak cukup dekat dari kampus sang mantan terindah. Singkat cerita, Bang mantan yang kadung tahu posisi Dik Mawar lewat sosyel media langsung berinisiatif menjemputnya. Di lain sisi, Mas Polisi yang tak pernah peka akan hal remeh-temeh seperti itu justru marah-marah tak karuan di ujung telepon, menuduh ini itu tanpa mendengar penjelasan Mawar lebih dulu. 

Dengan tabiat bodoamat-able nya, tanpa pikir tensi darah Mas Polisi yang mendadak di atas normal, Mawar menerima ajakan pulang sang mantan yang tampaknya masih berharap lebih padanya. Meski kedatangannya tak dinanti-nanti amat oleh Mawar, Bang Mantan dengan hati mantap menunggu di ujung jalan. Sudah terlanjur tiba, Mawar yang merasa tak meminta akhirnya pulang bersama.

Menyusuri jalanan ibukota di senjakala macet Jakarta, tak elok rasanya jika dalam penat kemacetan tidak diiringi cerita-cerita, baik sekedar basa-basi atau mengenang kembali kebersamaan masa lalu. Sampai pada akhirnya Mawar berkeluh kesah tentang hubungannya dengan Mas Polisi yang cemburuan dan membatasi segala gerak-geriknya. Sadar akan kehadirannya yang membuat hubungan Dik Mawar dan Mas Polisi berakhir lagi, Bang Mantan pun menjadi besar kepala dan mulai memupuk kembali cintanya yang dulu pernah ada.

Kisah cinta nan epic ini berlanjut. Kala Mawar sudah kembali ke kantor asalnya. Bang Mantan seolah tak ingin kehilangan momen sedikitpun, ia pun ingin sekali lagi menjadi pahlawan bertopeng yang datang menjemput. Mawar yang dari awal menolak dia datang kehilangan kata-kata saat sang mantan sudah tiba di area perkantoran. Bagai Jelangkung, datang tak diundang.
sumber: cerita-lengkap.com
Selayaknya Reality Show yang saya sebutkan di atas, hal di luar dugaan pun terjadi. Tanpa Dik Mawar sangka, bahkan saya pun tidak menyangka. Ibu nya datang untuk menjemput Mawar yang seketika disambut gembira. Namun, kegembiraan Mawar berubah pasi saat menyadari ada orang lain bersama sang Ibu. Ya, Ibu datang didampingi oleh – tidak lain tidak bukan – Mas Polisi yang gagah berdiri dengan raut muka datar. Seakan menandakan jantungnya sedang berpacu kencang kala bertemu kembali dengan Mawar setelah seminggu lebih tak berkabar. 

Sebuah tindakan yang bisa dibilang mantap jiwa dari Mas Polisi yang tanpa basa-basi memboyong serta Ibu Dik Mawar. Malang tak dapat ditolak, benar-benar seperti Jelangkung, Bang Mantan pulang tak diantar. Ia pulang tanpa sepatah kata pun terucap dari mulut Mawar. Kedudukannya yang sudah di atas angin pun terjun bebas ke dasar jurang kala Mas Polisi berhasil membujuk Mawar untuk pulang bersama (tentu karena ada Ibu Mawar bersamanya).

Seperti ingin memulihkan kekecewaan Bang Mantan, keduanya pun akhirnya kembali bertemu minggu kemarin. Bang Mantan tampaknya benar-benar tak mau kalah dengan Mas Polisi. Pasca Bang Mantan menjadi Jelangkung pada jumat yang tidak barokah itu, ia menelepon Ibu Dik Mawar agar diizinkan mengantar Mawar pulang. Sebuah kontra strategi ciamik yang menohok kalbu. Dengan sigap ia meyamakan keadaan.

Saya tidak habis pikir dengan kisah penuh liku dan sedikit guyon ini. Apalagi Mawar (bukan nama asli) seakan tidak menutup kemungkinan untuk kembali dengan keduanya. Hampir setiap hari saya mendengarkan curhatnya, hampir setiap hari pula saya selalu menertawainya sambil menggelengkan kepala. Tapi ya, mungkin ini memang cinta yang memang sukar ditebak dan yang hanya merasakannya lah yang paham dan mengerti apa yang ia rasa.

Seperti saya yang tetap cinta padanya meski sudah 27 tahun tidak menjuarai liga dan menjadi olok-olok warga sejagad maya.



*hingga tulisan ini diterbitkan, Dik Mawar masih melanjutkan cerita-cerita yang membuat saya hanya bisa menganga. Sayang, saya sudah malas melanjutkan dan takut ketahuan. Maka, lain kali saja, ya…. Bhay*