Tampilkan postingan dengan label Mark Clattenburg. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mark Clattenburg. Tampilkan semua postingan

Senin, 29 Januari 2018

gambar: zimbio.com

Sepak bola adalah olahraga rakyat yang tak bisa jauh dari kontroversi. Memang, semua olahraga tak luput dari kontroversi, tapi cabang lain perlahan mulai berbenah dengan segala kemajuan teknologi yang bisa membuat pertandingan menjadi lebih adil dan dapat diterima banyak penggemarnya.

Kita mengenal Tenis sebagai salah satu permainan paling melelahkan. Untuk menghabiskan satu pertandingan saja, ia bisa memakan waktu hingga berjam-jam lamanya. Dulu, permainan yang menggunakan raket ini hanya mengandalkan wasit dan beberapa petugas yang mengamati apakah bola yang dipukul Andre Agassi ketahuan deh umur saya dan kawan-kawannya masuk atau keluar.

Sekarang Tenis sudah menggunakan teknologi yang bernama Hawk Aye. Gunanya tentu saja untuk membantu sang pengadil menentukan keputusan apakah bola masuk dalam garis lapangan atau tidak. Begitupula dengan bulutangkis. Kini, andai Taufik Hidayat masih bermain, ia sudah tak perlu lagi walk out gara-gara wasit yang tidak becus itu ketika berlaga di Asian Games Korea Selatan beberapa tahun lalu. Cukup acungkan tangan ke atas meminta challenge.

Sepak bola juga demikian. Banyaknya kotroversi yang terjadi membuat FIFA sebagai induk organisasi berpikir keras bagaimana membuat olahraga semilyar umat ini bisa lebih berdaulat adil dan makmur. Maka terciptalah Video Assistant Referee, atau kondang dengan sebutan VAR.

Tapi hal itu tidak serta merta membuat semua orang puas. Di Italia dan Jerman (kompetisinya sudah menggunakan VAR) banyak yang tidak puas dengan kinerja teknologi itu. Pasalnya, wasit membutuhkan waktu yang lama untuk membuat keputusan. Contoh: ketika para pemain sudah meluapkan kegembiran karena berhasil mencetak gol, tiga menit kemudian sang pengadil bisa menganulir gol tersebut setelah melihat tayangan ulang VAR. Kan pemain sama fans jadi ngomong anjeeeeeng kalo gitu.

Salah satu kompetisi elit yang belum menggunakan VAR adalah Liga Inggris. Tapi tampaknya teknologi itu akan segera dipakai Premier League seiring makin seringnya opa Arsene Wenger ngambek karena kinerja wasit, yang menurutnya makin terbelakang.

Tidak bisa dipungkiri memang jika Liga Inggris menjadi sarang kontroversi yang salah satunya disebabkan oleh wasit. Ya, hampir sama dengan Liga Italia. Tapi di Serie A kontroversi hanya tersentralisasi pada pertandingan Juventus saja. di Negeri Ratu Elizabeth, momen-momen itu terjadi merata, terutama setelah Sir Alex Ferguson mangkat dari jabatannya di klub yang itu.

Jauh sebelum Wasit Lee Mason membuat kontroversi karena larinya lebih kencang dari bintang muda Manchester United, Jesse Lingard (LAAAAH), Inggris memiliki satu nama tenar lainnya dalam diri Mark Clattenburg.

Bagi fans Liverpool, Clattenburg dicap sebagai wasit yang selalu membela Manchester United. Sedangkan menurut fans United, ia tak lebih dari sekedar musuh yang harus disoraki tiap meniupkan peluit. (Aneh kan? ya iyalah, kalo nggak ya bukan kontroversi namanya).

Pada 2016 lalu, Clattenburg pernah membuat Raheem Sterling ngamuk karena dianggap handball. Padahal dalam tayangan ulang terlihat jelas bola mengenai badannya. Keputusan ini pun membuat Manchester City takluk 1-2 dari Tottenham Hotspur.

Sedangkan di luar lapangan, wasit 42 tahun itu juga tak luput dari kontroversi. Ia ketahuan selingkuh dengan seorang wanita muda bernama Andrea. Hebatnya, Clattenburg mengaku masih bujangan pada Andrea dan rela melepas jabatannya sebagai wasit demi memulai hidup bersama. Nahasnya, perbuatannya itu diketahui oleh sang istri, Claire, yang melabraknya langsung.

Yang tak kalah kontroversi dari sosok wasit asal Inggris ini adalah ucapan rasisnya kepada pemain Chelsea ketika itu, John Obi Mikel. 2012 lalu, ia dituding mengucapkan kata 'monyet' pada pemain asal Nigeria tersebut. Tak hanya Mikel, ucapan Clattenburg juga menyasar Juan Mata dengan menyebutnya sebagai orang Spanyol yang idiot.

Kendati pada akhirnya ia membantah tuduhan rasis itu, dirinya sudah kadung menjadi buah bibir seantero Inggris dan dunia. Mungkin, entah benar atau salah, hal ini secara ridak langsung membuatnya di deportasi dari Liga Inggris. Sejak musim ini, Clattenburg di pindah tugaskan menuju Arab Saudi.

Lama tak terdengar namanya, Clattenburg tiba-tiba muncul membawa cerita baik nan menghangatkan. Di negara salah satu peserta Piala Dunia 2018 itu, wasit kharismatik ini membuat semua orang takjub dan kembali membicarakannya. Tidak hanya media dari negara asalnya yang terkenal kejam, rekan sejawat, maupun pelaku sepak bola, tapi juga dari warganet yang menyaksikan aksi terbarunya.

Pada sebuah pertandingan bertajuk King's Cup antara Al Feiha vs Al Fateh, Clattenburg mengguncang dunia ketika laga memasuki menit 95 di babak tambahan. Pasalnya, laga yang tengah berjalan panas ini dihentikan oleh sang pengadil. Bukan karena ada pemain yang tergeletak di lapangan, atau lemparan botol dari penonton, apalagi aksi walk out dari salah satu manajer tim. Tapi karena kumandang azan yang menggema di King Salman bin Abdul Aziz Sport City Stadium.


Bukan satu dua menit ia menghentikan laga. Nyaris empat menit pertandingan berhenti hingga azan benar-benar selesai. Penonton, staff pelatih, dan pemain yang berada di bangku cadangan, maupun 22 penggawa yang sedang bertarung di lapangan, semua tampak diam. Suasana hening semakin menambah syahdu lantunan azan dari muazin. Bahkan, komentator yang tadinya bersemangat memandu laga juga larut dalam takbir.

Setelah azan selesai, laga kembali dilanjutkan dengan diawali tepukan tangan penonton yang memadati stadion. Mereka memuji keputusan Clattenburg yang menghentikan laga itu. Ketika video ini tersebar, banyak warganet yang memuji keputusan wasit kelahiran Consett, Inggris. Mereka menganggap sang pengadil telah mempertontonkan rasa hormat yang tinggi kepada orang-orang muslim di seluruh dunia.

Praktis kontroversi yang selama ini melekat dari dirinya berubah menjadi puja-puji. Bukan hanya karena ia menghentikan laga saat azan berkumandang, tapi juga latar belakangnya yang memiliki kepercayaan berbeda dan statusnya sebagai warga Inggris yang baru kali ini bertugas di Timur Tengah, terlebih Arab Saudi yang memiliki peraturan sangat ketat.

Saya tidak tahu apakah semua pertandingan di sana akan dihentikan jika terdengar suara azan karena memang belum melihat video serupa sebelumnya. Tapi setidaknya di Indonesia hal tersebut tidak terjadi di Liga Bank Mandiri, Liga Super Indonesia, Indonesia Super Championship, Liga 1, atau apa pun federasi menamakan kompetisi di tanah air.

Dari banyak stadion, kandang Persiba Balikpapan (sebelum pindah ke Stadion Batakan) memiliki jarak sangat dekat dengan Mesjid. Bahkan kerap terdengar suara azan di tengah-tengah pertandingan. Tapi apakah wasit menghentikan laga? Tidak. Ia tetap melanjutkan, hanya suporter yang berhenti bernyanyi dan menari mendukung klubnya bertanding.

Oleh karena itu, apa yang dilakukan Clattenburg bisa dibilang sikap luar biasa di tengah kontroversi yang membelenggu sepanjang kariernya. Sebagai orang yang tidak tahu apa maksud dari azan dan bagaimana sakralnya arti azan bagi umat muslim di dunia, dia bukan hanya patut dipuji, tapi juga harus dikenang. Terlebih bagi kita masyarakat Indonesia yang masih harus banyak belajar toleransi dan menghormati agar bisa keluar dari jebakan batman bernama kaum bumi datar, bumi bulat, cebong, atau kaum apalah-apalah itu yang sering dijuluki oleh netizen.